𝐍𝐀𝐒𝐈𝐎𝐍𝐀𝐋

Rencana Pembunuhan Soekarno di Hari Raya Idul Adha

Jakarta, Jurnalsepernas.id – SHALAT Idul Adha tahun 1962 dilaksanakan di Istana Merdeka, Jakarta. Tampak Presiden Sukarno bersama para pejabat sipil dan militer serta duta-duta besar mengikuti shalat berjamaah sangat bersejarah.

Betapa tidak, pada kegiatan shalat Idul Adha ini, tanpa diduga muncul upaya pembunuhan terhadap Presiden Republik Indonesia (RI) Pertama, Soekarno yang dilakukan oleh seseorang yang juga berada di barisan salat. Pelaku yang berada di barisan keempat menembakkan peluru tiga kali ke arah Soekarno dengan menggunakan pistol.

Tembakan pelaku mengenai beberapa orang yaitu; Soedarjat dan Soesilo, anggota Detasemen Kawal Pribadi (DKP) Presiden Soekarno dan Zaenul Arifin, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat-Gotong Royong (DPR-RI). Beruntung, Presiden Soekano selamat dalam peristiwa ini.

Kronologi kejadian, pelaku, serta korban menjadi catatan kelam sejarah Indonesia dalam prosesi khidmat salat Idul Adha.

Para jamaah yang hadir adalah orang-orang yang mendapat kartu undangan untuk bisa masuk di Istana Merdeka melaksanakan salat Idul Adha.

Rangkaian kegiatan shalat Idul Adha dimulai pada pagi hari di Istana Merdeka Jakarta tanggal 14 Mei 1962

Para pejabat baik dari instansi pemerintahan dan militer bersama-sama hadir di kompleks Istana Negara Jakarta.

Imam shalat Idul Adha dipimpin oleh Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H. Idham Chalid.

Sementara khatibnya adalah A.H. Nasution yang saat itu menjabat sebagai Wakil Menteri Pertama Bidang Pertahanan dan Keamanan/KSAD.

Selain itu, hadir juga Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), Zainul Arifin. Ia menempati baris paling depan, di sisi kanan Jenderal Nasution yang bersebelahan dengan Presiden Soekarno. Di samping kiri Zainul Arifin ada Menteri Agama K.H. Saifuddin Zuhri.

Shalat pada rakaat pertama berjalan khidmat, setelah rukuk pada rakaat kedua, tiba-tiba terdengar pekik suara takbir dari arah belakang saf pertama.

Suara takbir tersebut, berada di barisan ke empat yang berjarak kurang dari 6 meter.
Kemudian cepat disusul dengan beberapa kali suara letusan pistol yang memecah kekhidmatan sekaligus menimbulkan kepanikan.

Komisaris Polisi Mangil Martowidjojo, komandan Detasemen Kawal Pribadi (DKP) Presiden Sukarno dan wakilnya Sudiyo, bergegas melindungi Soekarno.

Sedangkan Soedrajat, anggota DKP yang berada belakang Soekarno, membalikkan badan dengan cepat mencabut pistol, namun Soedrajat lebih dulu tertembak, jatuh berlumuran darah di belakang Soekarno.

Soesilo yang juga seorang anggota DKP memutar badan ke belakang terkena peluru di pelipis kepalanya.

Satu peluru lagi mengenai bahu Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), K.H. Zainul Arifin. Zainul Arifin terkulai di atas sajadah dengan bahu berlumuran darah. Peluru yang ditembakkan oleh seseorang mengenai bahu kirinya.

Setelah menembak dua kali, sambil membungkuk, pelaku kemudian mencoba mendekati Soekarno.

Seseorang yang bernama Sribusono kemudian menendang kaki pelaku, sehingga membuat jatuh yang dibantu oleh Musawir, Sribusono menindih penembak, lalu pistol dirampas dan pelaku diringkus.

Pelaku yang diringkus dalam keadaan pingsan dan babak belur. Tubuh si pelaku diletakkan di depan Masjid Istana Baiturrahim.

Akibat tembakan tersebut, shalat id terhenti dan saf dan jemaah kocar-kacir. Dilaporkan ada yang menjerit ketakutan, mundur ke belakang dan mencari perlindungan, serta ada yang tiarap.

Setelah sebagian besar jemaah meninggalkan Istana Merdeka, anggota kepolisian melakukan penyisiran dan menemukan sarung pistol dan sepucuk pistol FN 45 di bawah tikar alas shalat. Pistol tersebut adalah senjata yang sama dan sejenis yang dipakai pelaku penembakan.

Ketiga korban, Soedarjat, Soesilo, dan Zaenal Arifin kemudian dibawa ke rumah sakit. Keadaan mereka terselamatkan walau mempunyai efek pasca kejadian. Presiden Soekarno kemudian memberi penghargaan pada ketiga tokoh ini.

Pelaku penembakan adalah seorang anggota Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Ia adalah anak buah Kartosoewirjo yang diperkirakan berusia sekitar 35 tahun memakai kemeja putih dengan jas warna coklat muda dan berkain sarung berwarna coklat agak tua.

Selain pelaku penembakan, ditangkap juga seorang laki-laki lain yang menyimpan pistol di bawah tikar yang digunakan untuk alas shalat Idul Adha di areal Istana Negara. Oknum penembak berjumlah tiga orang.

Para pelaku berhasil masuk ke dalam Istana Merdeka Jakarta dengan memegang kartu undangan masuk, yang mereka peroleh dari salah satu organisasi massa.

Ketiga pelaku itu adalah
Sanusi alias Fatah alias Soleh alias Uci Sanusi Fikrat alias Sanusi Ufit Kamil alias Harun bin Karta Jaya Permana bin Embut alias Hidayat bin Mustafa.

Sasaran utama penembakan sebenarnya adalah Presiden Soekarno, namun meleset dan menyerempet bahu Zainul Arifin serta terkena beberapa orang lainnya.

Mahkamah Angkatan Darat dalam sidangnya kemudian menjatuhkan vonis mati kepada Sanusi dan Kamil pada 16 Juli 1962. Menyusul kemudian Jaya Permana juga divonis mati pada 7 Agustus 1962.

Ketiga pelaku ini merupakan suruhan dari Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, Pemimpin DI/TII.

Beberapa bulan setelah peristiwa tersebut, pada tanggal 4 Juni 1962, Kartosoewirjo berhasil ditangkap. Selanjutnya dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi di salah satu pulau di Kepulauan Seribu pada 5 September 1962.

Peristiwa berdarah di Hari Raya Idul Adha tahun 1962 ini memakan tiga korban.
Korban sejatinya bukan target dari si pelaku, karena yang dituju sebenarnya Presiden Soekarno.

Ketiga orang yang menjadi korban penembakan saat salat Idul Adha tahun 1962 yakni; Soedarjat, anggota Detasemen Kawal Pribadi (DKP) Presiden Soekarno.
Soesilo, anggota Detasemen Kawal Pribadi (DKP) Presiden Soekarno.

Setelah penembakan berlangsung dan pelaku berhasil diringkus, ketiga korban ini kemudian dibawa ke rumah sakit.

Nyawa ketiga korban ini terselematkan, namun muncul efek kesehatan pasca kejadian. Seperti yang dialami Zaenul Arifin yang kerap keluar masuk rumah sakit pasca kejadian.

Presiden Soekarno kemudian memberi penghargaan pada ketiga tokoh ini karena peristiwa itu menyelamatkan dirinya. (Sumber: Historia.id).

Pewarta/Editor: Loh

𝐑𝐔𝐒𝐌𝐈𝐍

𝐊𝐞𝐭𝐮𝐚 𝐈𝐈 𝐃𝐞𝐰𝐚𝐧 𝐏𝐢𝐦𝐩𝐢𝐧𝐚𝐧 𝐏𝐮𝐬𝐚𝐭 𝐒𝐞𝐫𝐢𝐤𝐚𝐭 𝐏𝐞𝐫𝐬 𝐑𝐞𝐟𝐨𝐫𝐦𝐚𝐬𝐢 𝐍𝐚𝐬𝐢𝐨𝐧𝐚𝐥 (𝐃𝐏𝐏- 𝐒𝐄𝐏𝐄𝐑𝐍𝐀𝐒) 𝐝𝐚𝐧 𝐊𝐨𝐫𝐝𝐢𝐧𝐚𝐭𝐨𝐫 𝐍𝐚𝐬𝐢𝐨𝐧𝐚𝐥 (𝐊𝐎𝐑𝐍𝐀𝐒) 𝐌𝐞𝐝𝐢𝐚 𝐂𝐞𝐭𝐚𝐤 𝐝𝐚𝐧 𝐎𝐧𝐥𝐢𝐧𝐞, 𝑱𝒖𝒓𝒏𝒂𝒍𝒔𝒆𝒑𝒆𝒓𝒏𝒂𝒔.𝒊𝒅- 𝐌𝐄𝐍𝐆𝐔𝐍𝐆𝐊𝐀𝐏 𝐅𝐀𝐊𝐓𝐀 𝐓𝐀𝐍𝐏𝐀 𝐁𝐀𝐓𝐀𝐒 , 𝐌𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮𝐢 𝐈𝐧𝐯𝐞𝐬𝐭𝐢𝐠𝐚𝐬𝐢 𝐝𝐚𝐧 𝐌𝐨𝐧𝐢𝐭𝐨𝐫𝐢𝐧𝐠 Telepon: 082332930636 / 082312911818.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *