Kubalas Suami dan Mertua tidak Tahu Diri (Part 1)
Cerber Karya: Author Ha
Editor : Loh
Jurnalsepernas.id – ENAM bulan belakangan ini aku merasa Mas Alan suamiku berubah. Dia selalu pulang larut malam bahkan terkadang ia tidak pulang ke rumah. Alasannya ia menginap di rumah ibunya. Memang rumahku dan rumah ibu mertua berada dalam satu kota.
“Mas, besok aku mau ke rumah ibu,” ucapku.
“Mau ngapain ke rumah ibu?” tanya Mas Alan seakan ia keberatan kalau aku ke rumah ibunya.
“Yah mau ketemu ibu lah, lagian kan sudah lama juga aku tidak kesana,” jawabku mengoles skincare malam ke wajah.
“Kalau tidak ada yang penting mending kamu di rumah saja,”
Lagi-lagi Mas Alan menghalangiku untuk ke rumah ibu.
“Memangnya kenapa sih, Mas? Aku tidak boleh ke rumah ibu kamu?” tanyaku menatapnya.
“Yah, bukan gitu, Rin,” jawab Mas Alan.
“Ya udah kalau kamu larang aku ke rumah ibu kamu, besok aku ke kantor saja, mau lihat keadaan kantor,” ucapku.
“Mau ngapain kamu ke kantor?” tanya Mas Alan jutek.
“Kamu nanya mau ngapain, Mas, jelas aku mau lihat keadaan perusahaan papaku lah. Kamu lupa perusahaan itu milik papaku yang sebentar lagi akan jadi milik aku,” jawabku kesal.
Awalnya Mas Alan seorang karyawan biasa di perusahaan papa namun karena kinerjanya yang bagus juga ia termasuk karyawan yang rajin dan disiplin akhirnya papa mengangkat Mas Alan sebagai general manager. Tidak hanya itu, papa juga menjodohkan aku dengan Mas Alan. Alasannya supaya nanti ada yang bisa membantuku menangani perusahaan. Awalnya aku menolak namun, begitu bertemu dengan Mas Alan aku berubah pikiran, aku terpesona dengan ketampanan Mas Alan juga sikap dia yang sangat sopan.
Aku dan Mas Alan menikah dua tahun yang lalu. Namun, enam bulan belakangan ini dia selalu melarang jika aku mau ke rumah ibunya. Selalu ada alasannya setiap kali aku mau kesana. Awalnya aku biasa saja namun, makin hari aku semakin curiga dengan perubahan sikap Mas Alan, semoga ini hanya perasaanku saja.
“Kenapa sih, Mas, akhir-akhir ini kamu selalu saja melarang ku ke rumah ibu?” tanyaku akhirnya
“Lagian buat apa juga kamu kesana, buang-buang waktu saja, mending di rumah fokus kerjaan rumah, apalagi sekarang kita lagi program punya anak jadi kamu tidak boleh capek,” jawab Mas Alan.
“Aku curiga, jangan-jangan ada yang kamu sembunyikan dari aku, Mas,” ucapku lagi.
“Jangan ngaco kamu, Airin! Mas Alan membentakku.
“Kamu bentak aku, Mas?” tanyaku tidak percaya.
“Habis kamu sih ngeyel banget kalau dibilangin,” jawab Mas Alan ketus, kemudian ia berjalan ke arah pintu kamar.
Braak!
Mas Alan membanting pintu dengan sangat keras. Dia kenapa sih, harusnya kan aku yang marah.
Ini tidak bisa dibiarkan, Aku akan cari tahu sendiri ada apa di rumah ibu Mas Alan.
Aku mengambil ponsel untuk menelpon seseorang namun sebelum itu aku harus pastikan dulu Mas Alan tidak mendengarnya.
Setelah aman, aku menelpon Rendi orang kepercayaan papa.
“Halo, Rendi, saya ada tugas buat kamu,” ucapku begitu Randi menjawab telpon.
“Katakan saja, Non Airin,” jawab Rendi.
“Saya mau mulai hari ini kamu awasi rumah ibu mertua saya,” ucapku.
“Siap laksanakan, Non,” jawab Rendi.
“Okay, saya tunggu laporan dari kamu,” ucapku kemudian mematikan sambungan telpon.
Setelah itu aku mengambil laptop untuk menonton serial drama Korea favoritku yang belum selesai kunonton. Aku melirik jam, masih jam sembilan malam. Bisalah kunonton satu episode sebelum tidur.
Saat sedang asyik menonton, Mas Alan masuk ke kamar. Ia membuka lemari dan mengganti piyama tidurnya dengan setelan kemeja.
“Mau kemana, Mas?” tanyaku heran.
“Ke rumah ibu, barusan dia telpon katanya tidak enak badan,” jawab Mas Alan sambil memaki baju.
“Aku ikut yah,” ucapku antusias.
“Tidak usah, kamu di rumah saja,” jawab Mas Alan ketus.
“Katanya ibu sakit, aku mau lihat keadaan ibu, Mas,” ucapku bersikukuh ingin ikut.
“Airin, kamu di rumah saja, lagian aku cuma sebentar kok,” ucapnya lagi.
Akhirnya aku mengalah dan melanjutkan menonton. Mas Alan keluar dari kamar, aku mengikutinya sampai di teras. Saat mobil Mas Alan sudah agak jauh aku menelpon Rendi.
“Halo, Ren, tolong kamu ke rumah ibu mertuaku sekarang, Mas Alan sedang menuju kesana,” ucapku begitu Rendi menjawab telponnya.
“Baik, Non,” jawab Rendi kemudian aku memutuskan sambungan telpon.
Setelah itu aku kembali masuk ke kamar Kembali melanjutkan menonton serial drama Korea.
Satu jam berlalu, ponselku berdering. Ternyata Rendi yang menelpon, jantung ku seketika berdetak tidak karuan, aku takut mendengar apa yang akan disampaikan oleh Rendi, aku takut kalau kecurigaanku selama ini menjadi kenyataan.
“Halo, Ren,” ucapku pelan.
“Saya di depan sudah di rumah ibu mertua, Non, dan saya juga melihat ada perempuan muda yang membukakan pintu begitu Pak Alan sampai,” jelas Rendi.
Deg!
Perempuan muda, apakah ini sebabnya selama ini Mas Rendi menghalangi ku untuk ke rumah ibu.
“Begitu melihat Pak Alan, perempuan itu langsung memeluk bapak, Non,” lanjut Rendi yang semakin membuat napasku naik turun.
“Kalau, Non, tidak percaya, saya akan kirim fotonya,” ucap Rendi lagi.
“Okay, kirim fotonya sekarang,” ucapku lalu mematikan sambungan telpon.
Ting!
Aku segera membuka pesan dari Rendi Dan benar saja di foto yang dikirim Rendi tampak seorang perempuan muda membuka pintu sambil tersenyum ke arah suamiku bukan hanya itu di foto selanjutnya dia juga memeluk Mas Alan, tunggu. Mas Alan juga balas memeluknya.
Aku mengepalkan tangan dengan sangat kuat. Mas Alan rupanya kamu sudah berani bermain api, lihat saja akan kubuat kamu terbakar dengan api yang kamu ciptakan sendiri.
Aku akan menyelidiki siapa perempuan di rumah ibu mertuaku itu, kalau itu saudara sepupu Mas Alan rasanya tidak mungkin, karena mereka terlihat begitu mesra.
“Halo, Rendi, tolong kamu selidiki siapa perempuan di rumah ibu mertuaku itu, mulai besok awasi rumah ibu,” ucapku pada Rendi di telpon.
“Baik, Bu,” jawabnya.
“Saya tunggu laporan kamu,”
Aku menutup telpon dan melemparnya dengan sembarang ke atas ranjang.
***
Keesokan harinya sebelum berangkat ke kantor aku meminta Bi Minah untuk membuat sup ayam kampung kesukaan ibu. Tadi malam, Mas Alan tidak pulang katanya ia menemani ibu yang sedang tidak enak badan.
Pagi ini aku akan mengantarkan sup ayam kampung ini sekaligus sarapan dengan suami dan ibu mertuaku itu. Tentu ini sebuah kejutan untuk Mas Alan.
Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke rumah ibu mertua, aku turun dari mobil dengan menenteng sebuah rantang berisi sup ayam kampung.
Tok…tok…tok…
Aku mengetuk pintu dan tidak lama kemudian pintu dibuka oleh seorang wanita muda, usianya kutaksir sekitar sembilan belas tahun. Aku memandang wanita itu dari ujung kaki sampai ujung rambut, tidak ada yang spesial dari wanita ini, bahkan soal penampilan dan fisik aku masih jauh di atasnya.
“Sayang, siapa yang datang,” tanya Mas Alan pada wanita muda itu.
Dapat kudengar jelas suara Mas Alan dari dalam rumah, dia memanggil wanita muda di depanku ini dengan sebutan sayang.
“Sia…pa?”
Mas Alan terperanjat kaget melihatku berdiri di depan pintu rumah ibunya.
“Airin,” ucapnya dengan mata terbelalak.
Aku ingin sekali memakinya juga wanita muda itu, namun sebis2a mungkin kutahan. Aku tidak boleh bersikap bar-bar yang akan mempermalukan diriku sendiri.
“Boleh aku masuk, Mas,” ucapku tetap tenang.
“I…iya,” jawab Mas Alan terbata salah tingkah!