Kau Rebut Ayah dari Ibuku
Cerpen Karya: Imelda
AYAH sudah kuanggap mati sejak hari ini, tepat saat aku dipukuli demi membela perempuan yang ia cintai. Perempuan yang telah menggantikan posisi Ibu di hati lelaki kami.
“Pergi,” kata Ayah mengusirku.
Aku menatap tajam ke arahnya. Tatapan yang kemudian membuat Ayah kembali murka, dan kembali menampar pipiku dengan sangat keras.
“Akan kuadukan sama Ibu,” ucapku, lirih.
“Jangan coba-coba,” bentak Ayah.
Sungguh, aku tak lagi mengenali, siapa laki-laki di depanku sekarang ini?
Sepulang dari sekolah, tak sengaja kulihat Ayah keluar dari mini market bersama seorang perempuan. Saling bergandengan tangan, tertawa bersama, dan tak jarang Ayah membenahi anak rambut yang menutupi mata perempuan itu.
Mereka berjalan kaki, menuju ke sebuah rumah yang letaknya tak jauh dari bangunan sekolah. Kuikuti mereka. Hingga pada akhirnya aku memergoki Ayah tengah berc*mbu mesra dengan perempuan tersebut di atas meja.
“Bin4tang!” Aku mengumpat, mengingat kejadian di beberapa waktu lalu itu.
Plak!
Lagi, sebuah tamparan Ayah hadiahkan padaku. Ditend4ngnya tubuh ini hingga menabrak lemari.
“Berbicaralah sopan pada Ayahmu, Melda,” tegur laki-laki brengsek tersebut.
Cih!
Aku tersenyum miris. Tanpa sadar, air mata ini mengalir deras, membasahi pipi yang sekarang penuh lebam. Seragam SMA pun sudah berantakan. Berkat Ayah.
Bangkit dari posisi terjengkang, aku mengelap air mata dengan punggung tangan.
Kulangkahkan kaki pelan, mendekati perempuan yang berdiri di samping Ayah. Dia hanya berekspresi datar. Tak terlihat bersalah sama sekali.
Benar-benar memuakkan!
Plak!
Kubalas tamparan Ayah pada wajahku berkali-kali lipat lebih keras ke pipi perempuan sialan itu.
Tadinya Ayah ingin marah dan memukulku lagi, tetapi aku buru-buru berlari, menjauh dari hadapan mereka, ke luar dari rumah itu membawa luka hati dan fisik.
Kupikir Ayah akan membiarkanku lolos, rupanya tak semudah itu menghindar darinya.
Dengan kaki terluka seperti ini, aku jelas kewalahan.
Kuterobos jalanan yang penuh dengan kendaraan roda empat. Tak menghiraukan keselamatan diri sendiri, sampai pada akhirnya sebuah mobil melaju cepat ke arahku, tanpa sempat kuhindari itu.*
Editor: Loh