BMI Kecam LMKM Tarik Royalti Musik

Jakarta, Jurnalsepernas.id β BINTANG
Muda Indonesia (BMI) menyatakan keberatannya terhadap kebijakan Lembaga Manajemen Kolektif Musik (LMKM) yang mulai memberlakukan penarikan royalti atas pemutaran musik di berbagai ruang publik seperti warung makan, bus, kafe, hingga minimarket. Bahkan, isu penarikan royalti atas pemutaran lantunan ayat suci Al-Qurβan juga menuai reaksi keras dari publik.
Ketua Umum BMI, Farkhan Evendi, mengecam langkah tersebut dan menyebutnya sebagai bentuk kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil.
βNegara ini makin hari makin tega memperlakukan rakyat sebagai ATM hidup. Sekarang rakyat mau putar musik atau ayat suci saja dibebani pungutan. Ini kebijakan yang kehilangan nurani,β kecam Farkhan dalam keterangannya di Jakarta, Ahad (18/08).
Rakyat Kecil Dibebani, Padahal Hanya Menikmati
Menurut Farkhan, banyak warung, pengemudi bus, atau pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memutar musik bukan untuk mencari keuntungan dari musik itu, melainkan hanya sebagai hiburan atau pelengkap suasana.
“Orang buka warung, pasang radio. Supir bus putar lagu biar nggak ngantuk. Itu aktivitas normal dan wajar, bukan bentuk eksploitasi karya seni,” tegasnya.
Ia menyebut, kebijakan ini terlalu dipaksakan dan cenderung membabi buta, apalagi jika royalti juga dipungut dari pemutaran lantunan ayat suci Al-Qurβan.
“Kalau mendengarkan Al-Qurβan pun dikenai royalti, itu sudah keterlaluan. Tidak hanya absurd, tapi juga menyinggung perasaan umat,” lanjutnya.
Regulasi Perlu Ditinjau Ulang
BMI meminta pemerintah, khususnya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum-HAM) serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, untuk meninjau ulang regulasi yang menjadi dasar LMKM menarik royalti secara luas tersebut.
Menurut Farkhan, regulasi yang mengatur Hak Cipta memang penting untuk melindungi hak pencipta lagu, namun harus tetap proporsional dan berpihak pada keadilan sosial.
βMelindungi hak cipta itu benar, tapi jangan sampai berubah jadi alat pungli terselubung. Perlu ada batas yang jelas antara komersialisasi dan penggunaan non-komersial,β tandas Farkhan.
BMI Desak Audit dan Transparansi LMKM
Farkhan juga mendesak, agar LMK dan lembaga terkait membuka transparansi soal mekanisme pemungutan dan distribusi royalti selama ini.
Ia khawatir, pemungutan yang meluas tidak dibarengi dengan distribusi yang adil kepada para pencipta lagu.
βIni harus diaudit. Jangan sampai LMK hanya jadi lembaga pemungut tanpa kejelasan ke mana uang rakyat itu mengalir,β pungkasnya.
Jangan Sakiti Rakyat Demi Alasan Royalti
BMI menilai negara seharusnya fokus pada penciptaan ruang hidup yang layak dan mendukung kegiatan seni, bukan malah membebani rakyat dengan pungutan baru atas hal-hal yang bersifat publik dan non-komersial.
βKami mendesak pemerintah untuk mendengar suara rakyat. Jangan beri ruang bagi kebijakan yang justru menambah beban hidup rakyat kecil. Musik dan ayat suci bukan komoditas yang bisa dipajaki semena-mena,β pungkas Farkhan. (Sumber: Ketum DPN BMI).
Pewarta: Dirman
Editor : Loh