Gancet Supaya Suamiku Kapok
(Cerpen Karya: Anifa Setyawati)
AKU yang membuat suamiku dan selingkuhannya sepupuku gancet (Lengket) di sebelah kamarku. Lalu, aku berpura-pura tak mendengar teriakan mereka yang bersahutan meminta tolong. Selamat merasakan hadiah perselingkuhan!
“Tolooong,” teriak Miska sepupuku.
“Dek … tolong, Dek,” kali ini suara teriakan Bang Robi Suamiku yang terdengar.
“Mbak Ti … tolongin Miska, Mbak!” Miska lagi.
“Dek … tolongin Abang, Dek! Bangun, Dek!” Bang Robi lebih mengencankan suaranya.
Kubiarkan mereka berteriak sampai lelah. Lebih baik aku terus berpura-pura tidur, larut oleh pengaruh obat tidur yang dicampurkan Miska dalam minumanku tiap malamnya. Biar maksimal aktingnya. Mereka saja bisa bersiasat di belakangku. Kenapa aku tidak?
Tak ada lagi rasa iba dalam diriku mendengar teriakan mengiba dari kamar Miska di sebelah. Rasa sakit hati menutupi semua rasa peduliku pada pasangan selingkuh itu. Rasa sakit yang akhirnya mengantarku berbuat nekat pada mereka.
Lima bulan lalu, Miska datang ke rumah untuk menumpang tinggal bersamaku dengan Bang Robi. Kantornya yang berpindah tempat menjadi alasan utama selain menghemat biaya hidup. Awalnya aku agak ragu memberi izin, tetapi Bang Robi bersikukuh memberi izin. Akhirnya, mau tak mau aku memberi izin pada sepupuku itu.
Empat bulan pertama, tak ada yang aneh dengan Miska maupun Bang Robi. Semua berjalan baik-baik saja. Lalu, satu bulan belakangan sesuatu yang aneh mulai terjadi. Setiap malam, aku akan merasakan kantuk yang luar biasa.
Selepas makan malam, aku akan langsung tertidur pulas dan akan bangun ketika alarm di kamar menyala pukul lima pagi. Setiap hari seperti itu. Hingga tiga hari yang lalu aku mulai mengetahui sebuah kebenaran.
Malam itu, aku tak sengaja menumpahkan teh hijau yang biasa diseduhkan Miska untukku. Teh itu memang sengaja dibelikan khusus untukku. Katanya sebagai tanda terima kasih dari adik sepupuku itu.
Demi menghindari rasa tak enak hati dengan Miska, aku membersihkan tumpahan teh itu tanpa memberitahunya bahwa teh itu tak sempat kuminum. Setelahnya, aku langsung menuju kamar untuk tidur. Mungkin karena sudah terbiasa tidur awal, aku langsung tertidur ketika membaringkan tubuh di kasur.
Berbeda dari hari-hari sebelumnya di mana aku baru akan terbangun di subuh hari, hari itu aku terbangun dini hari. Lalu, dari kamar Miska yang letaknya di sebelah kamarku dan Bang Robi, aku mendengar suara-suara aneh. Aku yakin betul salah satu suara itu adalah milik Bang Robi. Keyakinanku tak terbantahkan karena ketika bangu n aku tak melihat suamiku itu di ranjang kami.
Aku lantas menempelkan telinga ke tembok untuk dapat mendengar lebih jelas. Aku yakin betul apa yang sedang terjadi di kamar Miska hanya dengan mendengar suara-suaranya. Bang Robi melakukan hubungan terlarang dengan sepupuku itu.
Saat itu juga aku ingin memergoki mereka, tetapi ketika aku memutar gagang pintu, tak berhasil terbuka. Sepertinya mereka sengaja mengunciku di dalam kamar agar perselingkuhan busuk itu tak ketahuan. Kurang ajar!
Aku terpaksa kembali ke ranjang dengan membawa hati yang luka. Hatiku hancur. Kesetiaanku selama ini dibalas pengkhianatan. Lebih parahnya, pelakunya masih saudaraku sendiri.
Dadaku berdebar kencang malam itu. Mataku terasa panas akibat air mata yang coba kutahan. Sakit, teramat sakit!
Ingin rasanya membongkar perselingkuhan kedua orang itu dan memviralkannya. Namun, aku belum punya cukup bukti. Kalau salah melangkah, bisa-bisa aku yang nanti malah kena batunya.
Keesokan paginya, aku izin pada Bang Robi untuk pergi mengunjungi rumah kakak ibuku yang merawatku sejak kecil. Kutumpahkan semua tangis yang tertahan sejak malamnya di dalam pelukan Bude Ningsih. Lalu, kudapatkan sebuah cara untuk membongkar perselingkuhan suamiku itu sekaligus untuk memberikan dua orang itu pelajaran. Yaitu dengan membuat mereka gancet. Menempel tak terlepas ketika sedang melakukan hubungan terlarang.
“Mbak Ti … tolongin Miska, Mbak,” lagi-lagi terdengar teriakan Miska.
“Dek ….” Aku yakin Bang Robi sedang menangis saat meneriaki aku.