Ayah Menjualku ke Boss
Cerber Karya: Inka Aruna
AKU diajak Ayah ke sebuah butik. Rasanya sangat senang, karena tidak biasanya pria yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga itu bisa membawaku ke tempat mewah.
Jangankan untuk membeli baju di butik, terkadang untuk makan saja kami masih sering berhutang pada warung.
Langkahku serasa ringan sekali menapaki jalanan, kami pergi ke butik itu dengan berjalan kaki. Karena memang tempatnya tak jauh dari rumah. Rumah kami berada di belakang gedung perkantoran. Namun, bukan komplek perumahan. Hanya rumah yang berada di dalam gang, yang rata-rata penghuninya adalah masyarakat kelas menengah ke bawah.
Pekerjaan ayahku hanya pemulung, dia begitu rajin dan ulet dalam mencari nafkah. Aku percaya, dia mengajakku membeli baju baru pasti, karena ingin membahagiakanku, anak semata wayangnya.
“Letta, nanti kamu pilih aja baju yang paling bagus dan seksi. Karena tubuh kamu ini indah, putih, bersih dan mulus. Ayah nggak mau kamu dipermalukan lagi sama teman-teman kamu karena penampilan kamu yang lusuh,” saran Ayah sembari merangkul bahuku saat kami tiba di depan pintu kaca butik Bunga Jenaka.
Aku hanya tersenyum kecil. Lalu melangkah pasti masuk ke butik tersebut.
Aku yang sedang memilih baju, melihat Ayah berbicara dengan seorang wanita. Sepertinya pramuniaga di butik ini, sampai wanita itu mendekatiku dan membawakanku sebuah pakaian berwarna merah, dress di atas lutut dengan bagian atas yang terbuka.
“Aku terperangah, masa aku harus pakai baju seperti ini,” gumanku dalam hati.
Aku terpaksa menuruti keinginan Ayah, akhirnya pakaian itu aku pakai untuk menghadiri acara kelulusanku malam ini.
Banyak temanku yang kelihatan takjub melihatku, mungkin mereka tidak menyangka kalau aku kini bisa tampil setara dengan mereka.
Biasanya aku hanya menjadi bahan bullyan di sekolah. Mereka sering bilang kalau aku anak pemulung, lusuh, kucel dan bau.
Namun, kini aku buktikan kalau aku tidak seperti yang mereka bilang. Aku tampil cantik dan memesona kan?
Pukul sepuluh malam acara selesai, sampai di rumah Ayah langsung mengajakku untuk pergi ke suatu tempat.
Dengan motor bebek bututnya aku diajak ke hotel berbintang lima di tengah kota. Ayah bilang ada yang ingin memberiku pekerjaan.
Aku merasa hari ini adalah hari keberuntunganku. Ayah bukan hanya membelikan baju baru, tapi juga mencarikanku pekerjaan.
Untuk seorang gadis sepertiku yang baru lulus SMA, pasti akan kesulitan mencari pekerjaan di luar sana. Beruntung ayahku punya chanel yang bisa membuatku lebih cepat bekerja dibanding temanku yang lain.
Aku tiba di depan hotel, Ayah memarkir kendaraan di pinggir jalan. Katanya kalau masuk ke dalam takut diusir, karena motornya jelek.
Aku pun mengikuti langkah Ayah. Kami lapor ke seorang satpam. Ayah bilang kalau sudah janjian dengan temannya.
Kami menaiki lift untuk sampai ke kamar yang dimaksud.
Aku dan Ayah berdiri di depan sebuah kamar 303. Ayah mengetuk pintunya, sampai seorang pria paruh baya membukakakan pintu.
Jantungku berdegup kencang melihatnya, pria yang mungkin usianya sama dengan ayah itu masih terlihat guratan ketampanan masa mudanya. Berhidung mancunh, berkumis tipis dan dagunya pun ditumbuhi bulu tipis juga.
“Akhirnya, Pak Junet datang juga. Saya pikir nggak jadi,” Pria itu menyalami Ayah.
“Aduh, masa saya ingkar janji sih Bos Danjou. Oh iya, perkenalkan ini anak saya, Arletta namanya,” Ayah memperkenalkan aku dengan pria itu.
“Hay, Arletta. Nama yang , saya Danjou. Kamu bisa panggil saya Om, atau Mas juga boleh,” sesungut pria itu.
Aku menjabat tangannya. Entah mengapa firasatku menjadi tidak enak. Ketika jemari tangan Danjou menggelitik telapak tanganku, dan mengerlingkan sebelah matanya ke arahku.
“Saya bawa anaknya ke dalam ya, Pak,” ucap Danjou.
“Oh silakan, Bos. Kalau begitu saya permisi dulu. Terima kasih.”
“Sama-sama, kekurangannya saya lunasi kalau saya puas dengan pelayanan anak Bapak,” janji pria itu.
“Siap, Bos,” jawab Ayah.
Tiba-tiba tanganku ditarik paksa ke dalam kamar. Sementara Ayah meninggalkanku.
“Ayah! Ayah! Ayah jangan tinggalkan ak