Warga Geruduk Bendungan Temef Soal Pembayaran

Soe, Jurnalsepernas.id – BENDUNGAN raksasa Temef yang terletak Kecamatan Polen, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) Nusa Tenggara Timor (NTT) sudah berdiri megah dan sudah beroperasi, namun keberadaannya masih menyisakan gundah gulana bagi warga pemilik lahan.
Betapa tidak, terkait pembayaran ganti rugi atas pembebasan lahan pada proyek pembangunan bendungan raksasa tersebut, masih menyimpan ketidakpuasan pemilik lahan yang dikena proyek, mulai mengemuka.
Pasalnya, ratusan warga dari tiga desa yakni; Konbaki, Oenino, dan Pene Utara berkumpul di Gasebo Bendungan Temef. Mereka kompak menuntut transparansi pembayaran ganti rugi lahan yang dinilai penuh kejanggalan.
Massa dipimpin Koordinator Satu, Undi Taifa, warga menuding pihak Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) selama ini tidak pernah membuka secara gamblang rincian pembayaran. Yang muncul hanya istilah-istilah teknis yang justru membuat warga makin bingung.
βYang kami dengar cuma APL, beririsan, tanam tumbuh. Tapi berapa harga tanah per meter? Pohon besar nilainya berapa? Pohon kecil berapa? Kuburan dan rumah permanen harga ganti rugi berapa? Tidak pernah dijelaskan. Ini sama saja ibarat bayar kucing dalam karung,β tegas Undi bersuara lantang, disambut teriakan warga yang hadir.
Warga juga mengaku bahwa selama ini proses ganti rugi dilakukan dengan cara-cara intimidatif.
PRKP, kata mereka, kerap melempar ancaman pengadilan bila masyarakat menolak nilai ganti rugi yang ditawarkan.
βKalau tidak mau terima, mereka bilang nanti urusan di pengadilan. Itu gertakan. Akhirnya banyak orang tua kami terpaksa menerima meski tidak tahu rinciannya. Tapi kali ini kami tidak mau lagi dibodohi. Kami butuh transparansi penuh,β seru Undi.
Menurutnya, perjuangan ini bukan hanya soal uang, tetapi soal martabat warga yang merasa dilecehkan.
βKami bukan masyarakat yang bisa dipermainkan. Tanah kami punya nilai, punya sejarah, punya darah. Jangan seenaknya hanya dengan alasan proyek strategis nasional lalu hak-hak kami dikebiri,β imbuhnya.
Undi menegaskan, kedatangan mereka ke Kabupaten Timor Timur Utara (TTU) bukan sekadar menemui Bupati dalam kapasitas jabatan formal, melainkan sebagai sesepuh orang Timor sekaligus pendiri Organisasi Masyarakat (Ormas) Beta Timor.
βKami datang bukan karena jabatan bupati. Kami datang karena beliau adalah sesepuh dan pendiri Ormas Beta Timor. Kami butuh dukungan moral, butuh suara yang lebih besar, supaya perjuangan ini tidak dipandang sebelah mata,β jelas Undi.
Ia juga menanggapi komentar miring sejumlah netizen yang menuding perjuangan warga melanggar konstitusi.
βItu tuduhan ngawur. Mereka tidak pernah bertanya langsung kepada kami. Sejak awal saya sudah berjuang dari Pemda TTS, naik sampai ke provinsi, tapi tidak ada hasil. Jadi jangan bilang kami melawan konstitusi. Kami hanya menuntut hak yang sah,β papar Undi menepis tudingan.
Langkah berikutnya, kata Undi, perjuangan warga akan digelorakan hingga ke tingkat pusat. Mereka siap menyurati dan mendatangi Balai Wilayah Sungai (BWS), kementerian terkait, bahkan Presiden RI Prabowo Subianto.
βKalau perlu sampai Presiden, kami akan datang. Kami tidak peduli harus jalan sejauh apa. Kami hanya mau keadilan. Hak masyarakat jangan diinjak-injak. Kami sudah terlalu lama dibohongi dengan alasan yang tidak jelas,β ancam Undi.
Ia menambahkan, tuntutan warga sederhana yakni; transparansi penuh. βRincikan ganti rugi kami. Tunjukkan harga tanah, harga pohon, harga kuburan, harga bangunan. Jangan hanya pakai istilah teknis untuk menutupi. Kalau ada transparansi, kami akan puas. Kalau tidak, perjuangan ini akan terus berjalan,β pungkas Undi.
Suasana di lokasi Gasebo penuh semangat. Teriakan warga menggema, menyuarakan kemarahan sekaligus tekad untuk terus melawan ketidakadilan. Bagi mereka, perjuangan ini bukan sekadar soal materi, melainkan soal harga diri.
βIni tanah leluhur. Jangan pikir kami orang kecil bisa ditindas dengan mudah. Kami akan terus lawan sampai hak kami jelas,β ujar salah seorang warga dengan nada geram yang namanya tidak ingin di mediakan.
Kini, bola panas persoalan ganti rugi Bendungan Temef semakin besar. Warga bersumpah tidak akan diam, dan sorotan publik dipastikan terus mengarah ke PRKP maupun pemerintah terkait.
Pertanyaannya, akankah ada transparansi nyata, atau warga kembali ditinggalkan? Kita tunggu respon pemerintah.
Pewarta: Maklon Angket
Editor : Loh