Pendidikan Hak Konstitusional Warga Negara
Tenggarong, Jurnalsepernas.id – PASAL 31 ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang berbunyi, โSetiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.โ ini sangat jelas menyebutkan, pemerintah wajib menyediakan sarana pendidikan dan melakukan pelayanan pendidikan dari sekolah yang dibiayai oleh negara.
Artinya, setiap warga negara memiliki hak konstitusional untuk memperoleh pelayanan pendidikan dan negara (Baca: Pemerintah) berkewajiban menyediakan atau menyelenggarakan pendididikan, terutama tingkat pendidikan dasar.
Sayangnya, ajakan konstitusional atau UUD 1945 tersebut, diduga dinodai para pengelola dunia pendidikan yang cenderung mengkriminalisasi atau presure atau tekanan dari pihak-pihak tertentu untuk menjegal keluarga tertentu, supaya anak mereka tidak bisa masuk.
Hal itu, sebagaimana dialami Adi (9), salah satu anak yang berhak mendapatkan pelayanan pada salah satu sekolah swasta yang dikelola Yayasan Sekolah Dasar (SD) Cendikia Bangsa, berlokasi di Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur (Kaltim), namun pihak sekolah menolak menerima anak tersebut.
Dalam catatan Jurnalsepernas.id, dalam keluarga Adi berjumlah tiga bersaudara, dan mereka baru saja menerima kemalangan, karena ditinggal ibunda tercinta, baru beberapa hari belakangan ini.
Sementara Ogom ayahanda Adi, seorang kontraktor di perusahaan PT.Maju Kalimantan Hadapan (MKH) tidak jauh dari SD tersebut, ingin menyekolahkan anaknya disekolah itu, namun ditolak mentah-mentah oleh pihak sekolah padahal orang tuanya ingin sekali menyekolahkan anaknya dibangku SD.
Menurut Ogom, dirinya ingin sekali memasukan Adi pada SD Cendekia Bangsa karena, dekat dengan tempat kerjanya, sehingga lebih muda bisa mengawasi anaknya.
Sayangnya, niat baik dan harapan Ogom, tidak terealisasi seperti yang dia inginkan, disebabkan Kepala Sekolah (Kepsek) SD Cendekia Bangsa menolak mentah-mentah kehadiran Adi. Hal ini tejadi, diduga campur tangan perintah dari Boss atau atasan Ogom yang terkesan ingin mempersulit keluarga Ogom.
Lewat Media Jurnalsepernas.id, Ogom berharap, agar pihak sekolah memberikan kebijakan kepada Adi supaya bisa mengenyam pendikan di SD Cendekia Bangsa sebagaimana yang diinginkan anak tersebut, sebab apabila niat dan harapan Adi tidak kesampaian, maka anak tersebut akan merasa kecewa, frustrasi, lalu depresi, karena jiwanya tersandra akibat Assassination Charakter (Pembunuhan Karakter) bagi seorang anak yang tadinya ceria.
Hal itu ditanggapi oleh Ketua II Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Reformasi Nasional (DPP-SEPERNAS) ketika dihubungi oleh awak media online Jurnalsepernas.id, melalui telepon selulernya, pada Rabu (05/06).
Terkait hal itu, Rusmin selaku Ketua 2 Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Reformasi Nasional (DPP-SEPERNAS) angkat bicara, bahwa, dampak yang ditimbulkan kalau anak putus sekolah, yaitu pengangguran, kriminalitas, kemiskinan dan kenakalan.
Maka Rusmin berharap, kepada pihak pemerintah terkhusus dinas yang terkait, supaya mengambil langkah tegas, agar tercapai nilai-nilai Pancasila, Mencerdaskan kehidupan Bangsa dan keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia baik swasta maupun negeri,”imbuhnya.
Konfirmasi yang terpisah
pada Kepsek SD Cendikia Bangsa, Muharor ketika di konfirmasi via WhatsApp (WA) mengatakan bahwa, keterbatasan ruang kelas jadi kami memprioritaskan anak karyawan.
Keputusan ini diambil bukan sepihak dari sekolah tapi masukan dari management,
Tadi juga saya sampaikan supaya menemui yang menaungi atasan sekolah karena kami hanya menjalankan instruksi.
Sementara dari pihak yang menaungi sekolah SD Cendiki Bangsa, Hence HSE sewaktu dihubungi melalui Chat WhatsAppnya mengatakan dalam tulisan, bahwa pihaknya tidak menerima anak murid, karena keterbatasan ruangan kelas yang ada saat ini sehingga, kami hanya prioritaskan anak karyawan untuk masuk ke sekolah SD Cendikia Bangsa.
Pewarta : Tim
Editor : Loh