Pemkab dan DPRD TTS Buat Peraturan Siluman?
(Bangunan Sumur Bor Tak Berfungsi, Foto: Dok.Maklon Angket)
Soe, Jurnalsepernas.id – PEMERINTAH Kabupaten (Pemkab) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) patut diduga berkolaborasi membuat peraturan siluman yang mengizinkan Kepala Desa (Kades) membagi-bagi bantuan dana desa kepada pihak mana pun yang penting bisa diajak kongkalikong untuk bekerja sama.
Sejatinya bantuan dana desa yang digelontorkan dari pusat untuk membangun setiap desa yang tertinggal demi meningkatkan perekonomian masyarakat melalui kegiatan di bidang pertanian, perikanan, peternakan, dan kegiatan usaha masyarakat lainnya.
Kenyataanya, di TTS secara kasat mata terlihat di setiap desa, bantuan dana dipakai untuk memakmurkan kontraktor, perangkat desa, pendamping desa dan pihak-pihak lain yang selalu bekerja sama dalam menyelesaikan setiap atministrasi dan kuitansi.
Menurut salah seorang warga Desa Huetalan, Kecamatan Tobu yang identitasnya enggan disebutkan selaku nara sumber media ini, pihaknya sangat kesal dengan program Dana Desa Tahun Anggaran (TA) 2017 untuk pengadaan Sumur Bor Resifoer, pengadaan Fiber, di mana pipanya sudah terpasang keliling Kampung Tobu.
Lanjut sumber mengatakan, dirinya kian kesal, karena sejak proyek pengadaan sumur bor itu dikerjakan yang pipanya ditarik keliling kampung, namun hingga berita ini tayang, masyarakat setempat tak pernah melihat setetes pun air ke luar dari kran, (Artinya, dana desa sia-sia ke luar, busyettt, red.).
Mendapat kenyataan itu, Nehemia Sumbanu bersama keluarga dan masyarakat mempertanyakan kejadian itu kepada Pemerintah Desa (Pemdes), tapi apa lacur, Nehemia tidak mendapatkan jawaban yang diinginkan dari Pemdes.
Berhubung tak mendapat jawaban yang diinginkan, maka keluhan Nehemia disampaikan kepada
awak media Jurnalsepernas.id, Maklon agar Pemkab dan DPRD TTS bisa menyikapi segala kebobrokan yang terjadi selama ini di berbagai desa, khususnya Desa Huetalan.
Demi kemaslahatan orang banyak, Nehemia akan mengadu ke Wakil Presiden, Gibran Raka Buming Raka jika penggunaan Dana Desa di Desa Huetalan tidak di pertanggung jawabkan kepada masyarakat. “Apalagi kami sudah menunggu air dari tahun 2017 sampai saat ini sudah 2025,” kesal Nehemia.
Dikatakan Nehemia, tidak ada satu pun Aparat Penegak Hukum (APH) di Kecamatan dan kabupaten untuk mempertanyakan kelalaian itu, sehingga pihak masyarakat berkesimpulan mungkin ada aturan siluman yang dibuat untuk memperkaya oknum-oknum yang sedang mengelola dana desa tersebut.
Adapun disampaikan salah satu warga Huetalan yang tidak mau namanya di sebutkan mengatakan, mereka di Desa Tobu sangat susah air, untuk mendapat air mereka harus berjalan kaki melewati kali/sungai sepanjang dua Kilo Meter (KM) dengan membawa beberapa jerigen.
“Apalagi orang tua saya yang sudah tua harus berjalan menurun dan pulangnya harus menanjak, di manakah mata pemerintah, kami harus berharap kepada siapa?,” tanya sumber.
Sumber berterima kasih kepada media Jurnalsepernas.id yang sudah merespon harapannya untuk dip4ublikasikan, semoga suara-suara mereka dapat di dengar oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.
Pewarta: Maklon Angket
Editor : Loh