Kacau Poktan Tak Bisa Fungsikan SK
Watansoppeng, Jurnalsepernas.id – SURAT Keputusan (SK) Kelompok Tani (Poktan) Alompang 1 Terbit pada tanggal 22 Agustus 2017 seluas 118 Ha dengan nomer: SK. 4402/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.O/8/2017, denikian halnya Poktan Alompang II terbit pada waktu yang bersamaan dengan nomor: SK 4398/MENLHK-PPSKL/PKPS/PSL.0/8/2017.
Kedua Poktan tersebut, merupakan Kelompok Tani yang mengelola Hutan Kemasyarakatan (HKM) dalam hutan produksi berlokasi di Medde, Desa Patampanua, Kecamatan Marioriawa, Kabupaten Soppeng Sulawesi Selatan (Sulsel), pada Kamis (02/02).
Ironisnya, SK dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (Kemenhut-RI) sudah terbit pada 2017 lalu, sampai sekarang para Poktan yang giat mengelola hutan Produksi, belum bisa memanfaatkan lahannya pepohanannya sudah besar dan tinggi, padahal mereka sejak dulu secara turun-temurun sudah menguasai, bahkan ada yang mereka tanam sendiri namun, oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Kehutanan Soppeng bersikukuh melarang. (Lho, Memengnya Pemerintah yang Menanam atau Milik Nenek Moyang Dishut?, red.).
Terkait ketidakbiksanaan Dishut Soppeng, Ketua Kelompok Tani (Kapoktan) Allompang 1, H.Tapeng merasakan ketidakadilan dan bingung dengan terbitnya SK dari Kemenhut-RI, karena sejak terbitnya SK sampai sekarang, belum bisa menebang kayu tanaman mikik orang tuanya. “Segala macam cara kami sudah lakukan tapi sampai saat ini belum ada kepastian dari otoritas kehutanan,” keluhnya.
Lanjut H,Tapeng, kalau belum diizinkan pihak penguasa hutan produksi menebang pohon kayu yang sudah pantas ditebang, pihaknya pasrah meskipun sudah menanggung kerugian tidak sedikit. “Kami masyarakat kelompok tani sudah cukup bersabar kurang lebih lima tahun menunggu dan mengurus, tapi tidak ada kepastian hukum,” ungkapnya memelas.
Ditempat yang sama dari pihak Kehutanan yang tidak menyebut namanya menjeskan, pihaknya bukannya melarang untuk menebang, tapi lengkapi dulu semua admistrasi karena jangan sampai tujuan kita baik, malah yang didapatkan adalah keburukannya.
Sementara pihak pendamping masyarakat Rusmin menjeskan, pihaknya sudah cukup lama mendampingi masyarakat jauh sebelum terbit izin SK Kementerian. “Saya mulai berjuang mendampingi masyarakat sejak 2015 hingga terbit SK 2017 sampai sekarang saya tidak pernah bosan mengurus dan mendampingi masyarakat tidak pernah memungut biaya sepeserpun dari masyarakat,” tandas Rusmin.
Lanjut Rusmin, sebetulnya berdasarkan SK sejak 2018 sudah bisa dilakukan penebangan dengan metode tebang pilih, tapi pada saat itu kehutanan tidak pernah memberikan peluang kepada masyarakat, sedangkan di dalam SK Kementerian pada poin ke empat nomer empat jelas tertulis, Izin usaha pemungutan, dan pemanfaatan hasil hutan kayu dengan metode tebang pilih, namun tidak pernah dilakukan.
“Saya meminta kepada Dinas yang terkait dalam hal ini Kementerian Kehutanan di Jakarta supaya bertanggung jawab tentang terbitnya izin tersebut, karena dianggap tidak berguna, karena dicampakkan jajaran di bawahnya, sehingga tidak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, kami akan mengadukan hal ini kepada Kementerian Kehutanan dan Komnas HAM-RI,” ancam Rusmin.
Pewarta: Tim
Editor : Loh