𝐁𝐑𝐄𝐀𝐊𝐈𝐍𝐆 𝐍𝐄𝐖𝐒

Ledakan di SMAN 72 Jakarta

Jakarta, Jurnalsepernas.id – SUASANA ibadah salat Jumat di masjid Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara (Jakut), (07/11) berubah menjadi momen yang mencekam ketika terdengar ledakan besar.

Pelajaran dan ibadah di sekolah yang biasanya tenang mendadak kacau saat siswa, guru dan pengunjung melarikan diri. Sejumlah siswa mengalami luka bakar, cedera pendengaran hingga trauma akibat kacah kaca dan serpihan dari ledakan.

Insiden ini langsung memicu reaksi cepat dari pihak sekolah, kepolisian dan instansi terkait.

Kronologi Lengkap Kejadian

Berdasarkan keterangan yang dihimpun pihak kepolisian dan saksi, ledakan terjadi saat salat Jumat sedang berlangsung di masjid sekolah tersebut.

Menurut laporan, ada dua ledakan yang terdengar, satu di dalam masjid, dan satu lagi di area selasar atau sekitar masjid sekolah.

Setelah ledakan pertama, kepanikan menyebar, siswa dan guru melarikan diri, sementara asap dan debu mengisi ruangan. Guru melalui grup orang tua menyampaikan permintaan agar anak-anak segera dijemput karena situasi dianggap darurat.

Tim polisi termasuk satuan Jibom (Penjinak Bom) dan Laboratorium Forensik Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Labfor Mabes Polri) dikerahkan untuk olah Tempat Jejadian Perkara (TKP), serta penggeledahan rumah terduga pelaku dilakukan untuk mengumpulkan barang bukti.

Data Korban dan Kondisi Terduga Pelaku

Menurut laporan kepolisian, sedikitnya 54 orang mengalami luka-luka dalam ledakan ini, sebagian besar siswa sekolah tersebut.

Luka korban bervariasi: dari luka bakar, cedera akibat pecahan kaca, hingga gangguan pendengaran. Beberapa korban dirawat di rumah sakit dengan kondisi yang membutuhkan penanganan khusus.

Terduga pelaku adalah seorang siswa berinisial FN (17) di sekolah tersebut. Kondisinya saat ini membaik dan sudah sadar setelah menjalani perawatan medis.

Di lokasi ditemukan benda mirip senjata mainan bertuliskan slogan ekstrem yang berkaitan dengan terorisme Barat, serta serbuk yang diduga sebagai bahan peledak rakitan. Motif sementara yang dikaji oleh Anak yang Berkonfkik Hukum (ABH) adalah bullying atau perundungan yang dialami pelaku.

Motif dan Tantangan dalam Penanganan

Pihak kepolisian terus melakukan penyelidikan mendalam untuk mengetahui motif pelaku dan keterkaitan jaringan yang mungkin ada.

Kapolri menyampaikan bahwa masih terlalu dini untuk menyebut sebagai aksi terorisme resmi hingga bukti lengkap dikumpulkan.

Salah satu titik perhatian ialah dugaan pelaku adalah korban bully di sekolah, yang kemudian melakukan tindakan ekstrem sebagai bentuk balas dendam atau mungkin bunuh diri. Hal ini menimbulkan diskusi tentang kesehatan mental remaja, perundungan, dan pentingnya sistem pengawasan di lingkungan sekolah.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengingatkan bahwa konten negatif di Media Sosial (Medsos) juga dapat mempercepat radikalisasi atau perilaku ekstrem di usia remaja.

Oleh karena itu, pengawasan terhadap konten digital dan interaksi siswa antara teman sebaya perlu diperkuat.

Perspektif bagi Mahasiswa dan Masyarakat Umum

Insiden di SMA Negeri 72 Jakarta menaikkan sejumlah pelajaran penting bagi masyarakat umum dan khususnya mahasiswa. Bagi mahasiswa jurusan psikologi, pendidikan, keamanan dan hukum, tragedi ini dapat dijadikan studi kasus. Bagaimana faktor sosial seperti bullying, tekanan teman sebaya, akses internet, dan budaya sekolah memicu tindakan ekstrem.

Untuk masyarakat umum, kejadian ini mengingatkan bahwa sekolah sebagai ruang aman tidak selalu bebas dari ancaman, maka kehati-hatian dan sistem pengamanan di sekolah perlu ditinjau ulang.

Di lingkungan kampus atau sekolah, hal ini menuntut dialog terbuka tentang kesehatan mental, strategi pencegahan perundungan, serta mekanisme deteksi dini terhadap perubahan perilaku siswa.

Mahasiswa dapat mengambil inisiatif membuat kelompok diskusi, penelitian tindakan, atau kampanye sosial di kampus terkait keamanan dan kesehatan mental remaja.

Implikasi Lebih Luas dan Langkah ke Depan

Tragedi ini membuka diskusi tentang keamanan di institusi pendidikan, baik fisik maupun psikososial.

Sekolah harus bekerja sama dengan orang tua, tokoh masyarakat, dan pihak keamanan untuk memastikan lingkungan yang aman dan suportif. Peninjauan atas pengamanan fasilitas sekolah, pelatihan guru dan staf dalam mendeteksi masalah siswa, serta program edukasi tentang risiko perilaku ekstrem menjadi semakin penting.

Masyarakat luas dan lembaga pendidikan tinggi perlu mengadvokasi agar kejadian seperti ini tidak hanya direspons sebagai peristiwa kriminal semata tetapi sebagai gejala sosial yang membutuhkan pendekatan komprehensif: kebijakan, pendidikan karakter, kesehatan mental dan pengawasan digital.

Ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta pada 7 November 2025 adalah peringatan keras bahwa kejahatan ekstrem dan kerentanan remaja dapat muncul di lingkungan yang seharusnya aman.

Setidaknya dengan puluhan korban luka dan trauma yang dialami siswa, kejadian ini bukan hanya soal keamanan fisik, tetapi juga kesehatan mental dan dinamika sosial di sekolah.

Untuk mahasiswa dan masyarakat, tragedi ini menjadi momentum refleksi: bagaimana kita membangun sekolah yang ramah, menguatkan sistem pencegahan, dan menjaga generasi muda, agar tidak jatuh ke dalam siklus kekerasan atau penindasan.

Tantangannya adalah menjadikannya bukan hanya berita sedih namun, titik awal perubahan nyata.

Pewarta: Alamsyah
Editor : Loh

Laode Hazirun

Ketua Umum Jurnal Sepernas."Sepernas satu2nya organisasi pers dari Indonesia timur yg merancang UU Pers tahun 1998 bersama 28 organisasi pers" HP: 0813-4277-2255