Poktan Alompang Butuh Pendamping Ditunjuk Dirjen PSKL
Watansoppeng, Jurnalsepernas.id -UNTUK melakukan kegiatan, kelompok Tani Alompang membutuhkan pendamping yang ditunjuk oleh pihak Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Dirjen PSKL) Kementerian Kehutanan yang berkaitan dengan kegiatan tersebut, di wilayah Kelompok Tani (Poktan) Hutan Produksi Alompang di Medde, Desa Patampanua, Kecamatan Marioriawa, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan (Sulsel), Jumat (27/10).
Hal itu sangat penting dilakukan, agar masyarakat bisa mengelola hutan dari hulu ke hilir supaya memberikan dampak ekonomi yang nyata sekaligus melestarikan hutan.
Program Perhutanan Sosial memang bukan merupakan program baru di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Program Perhutanan Sosial sendiri bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui pola pemberdayaan dan dengan tetap berpedoman pada aspek kelestarian lingkungan.
Program Perhutanan Sosial akan membuka kesempatan bagi masyarakat di sekitar hutan untuk mengajukan hak pengelolaan area hutan kepada pemerintah.
Kelompok Tani Alompang memiliki satu hamparan hutan produksi yang terbagi dua yaitu; Allompang 1 seluas kurang lebih 118 Hektar dan Alompang 2 seluas kurang lebih 149 Hektar.
Izin kedua Koptan tersebut, merupakan izin dari Kementerian Kehutanan yang terbit pada tahun 2017 tahun lalu.
Koptan Hutan Alompang sangat membutuhkan pendamping untuk melakukan aktivitas tersebut, mereka membutuhkan arahan dan petunjuk dalam hal melakukan perlengkapan admistrasi untuk membuat Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan Rencana Kerja Perhutanan Sosial (RKPS).
Menurut Pendamping swasta Rusmin, pihaknya mendampingi masyarakat mulai dari tahun 2015 dan Surat Keputusan (SK) terbit pada tahun 2017 yang lalu. “Saya yang mendampingi masyarakat Kelompok Tani Hutan Alompang 1 dan 2 mulai sejak tahun 2015 sampai sekarang itu cuma sebatas pendamping masyarakat, selaku kontrol sosial di masyarakat,” akunya.
Lanjut Rusmin, dirinya heran terhadap pihak Kehutanan, karena Hutan Lindung dibiarkan dibabat oleh oknum-oknum tertentu, sedangkan masyarakat yang menanam kayu dalam hutan produksi tidak diberikan izin untuk mengelola kayunya walaupun sudah beberapa macam cara yang dilakukan untuk mendapatkan izin untuk pengelolaan kayu yang mereka tanam sendiri.
Rusmin menambahkan, yang paling mengherankan di dalam wilayah Poktan Allompang tersebut, terdapat beberapa pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB) yang masih aktif.
Konfirmasi yang berbeda dari pihak Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Walanae Watansoppeng yang tidak disebutkan namanya mengatakan, kelompok harus memenuhi kewajibannya. Utamanya perlengkapan admistrasi termasuk RKT dan RKPS, karena pihaknya harus serba hati-hati dalam mengambil langkah atau keputusan. “Saya berharap kepada Kelompok Tani supaya bersabar menunggu keputusan dari dinas provinsi, karena kami tidak bisa apa-apa tanpa adanya rekomendasi dari provinsi,” harapnya.
Pewarta : Tim
Editor : Loh