Wanita Lain di Dalam Kamarku
Cerpen Karya: Ririn Irma
DUA bulan sudah aku cuti ke rumah orang tuaku. Dan kini, saatnya kembali ke tanah rantau mendampingi suami. Namun, aku ingin memberi kejutan padanya.
“Sayang, besok jadi berangkat
Tepat jam sembilan malam Mas Dimas,” suamiku mengirimi pesan WA.
“Nggak jadi, Mas. Soalnya telat booking tiket pesawat,” balasku.
“Oh, ya udah kalau gitu. Kalau udah mau berangkat kabari Mas aja,” tulis suamiku dengan emoticon kecupan dan love.
“Aku pun langsung membalasnya,” Oke.
Kulanjutkan memasukkan pakaian ke dalam koper. Setelah itu, ibuku datang menyuruh istirahat. Namun, aku masih belum mengantuk. Mata ini terasa sulit terpejam membayangkan kejutan yang akan kuberikan pada Mas Dimas. Betapa bahagianya dirinya saat mengetahui ke pulanganku.
Malam pun semakin larut, aku terpaksa harus istirahat, karena esok pagi check in di bandara. Aku takut terlambat.
***
Aku telah tiba di tanah rantau dengan selamat dan langsung menyalakan HP. Tak ada pesan atau telepon dari Mas Dimas. Ah, kejutanku pasti berhasil.
Aku pun segera memesan taksi online. Sepanjang jalan, aku sudah tidak sabar. Mas Dimas pasti terkejut dan kami bisa saling melepas rindu setelah dua bulan tidak bertemu.
Aku benar-benar sudah tidak sabar. Pasti rasanya seperti bulan madu kedua. Harapanku setelah ini aku bisa segera hamil. Ya, lima tahun pernikahan, kami belum mendapat kepercayaan tentang hal itu.
Setelah dua jam perjalanan dari bandara, taksi memasuki area perumahan tempat tinggalku. Aku sengaja berhenti di sebelah rumah. Sambil menenteng koper dan tas, aku berjalan pelan. Rencanaku, setelah menaruh barang aku akan segera menyusul Mas Dimas ke kantor.
Tampak mobil Mas Dimas terparkir di halaman. Kulirik jam di tangan. Jam segini, tapi Mas Dimas kok masih ada di rumah? Ah, mungkin ia libur kerja, pikirku. Aku semakin tidak sabar ingin bertemu dengannya.
Namun, ketika hendak masuk rumah, mataku seketika membeliak melihat sandal high heels berwarna hitam di depan pintu. Perasaan aku tidak punya sandal seperti itu. Lalu, sandal siapa itu?
Perasaanku sudah tak karuan. Tanganku perlahan membuka pintu, tapi terkunci. Untung aku membawa kunci cadangan. Setelah kubuka, semua gorden tertutup dan lampu pun padam. Pendengaranku seketika tertuju dari arah kamarku. Terdengar suara desahan seorang wanita dari dalam.
Dadaku mendadak bergemuruh. Langsung kubuka pintu kamar yang ternyata tidak dikunci. Tampak Mas Dimas bersama wanita yang tak lain adalah Siska, sekretarisnya sedang bercumbu dalam balutan selimut.
Tanganku bergetar. Aku melangkah mendekati mereka dan langsung membuka selimut. Mas Dimas dan wanita itu tanpa sehelai kain.
“Jadi ini kelakuanmu selama aku nggak ada, Mas,” teriakku sejadi-jadinya.
Mas Dimas langsung beringsut dan menyambar piyama yang tergantung di dekat tempat tidur, sedangkan wanita itu masih mendekam dalam balutan selimut.
Kujambak rambut Siska hingga merintih kesakitan. Kemudian, ia berdiri dengan memakai selimut dan tangannya berusaha meraih pakaian yang tergeletak di ranjang.
“Keluar kau wanita jalang! Dasar wanita nggak tau malu! Mau-maunya sama suami orang!” Kutarik rambut Siska seraya mengusirnya dari dalam kamar.
“Dela! Dela! Hentikan! Apa yang kamu lakukan,” Mas Dimas berusaha meraih tanganku untuk melepaskan jambakan wanita jalang itu.
“Diam, Mas! Kamu masih mau bela wanita ini?”
“Kalian emang sama-sama berengsek!” Aku melepaskan jambakan rambut Siska dan mendorongnya ke ruang tamu hingga ia terjatuh.
“Dela, kamu jangan teriak. Nanti orang-orang dengar!” lanjut Mas Dimas.
“Setelah melakukan hal menjijikkan itu kamu masih punya malu?”
“Hentikan teriakanmu, Dela!” Mas Dimas melarangku berteriak.
“Biar! Biar semua orang tau kebejatan kalian!”
Siska langsung mengenakan pakaian dan berlutut memohon padaku. “Mbak Dela, aku minta maaf. Aku khilaf, tolong maafin aku, Mbak.”
“Kamu bilang khilaf? Setelah menikmati semuanya kamu minta maaf,” pekikku sambil melipat tangan di dada.
“Berdiri! Jangan berpura-pura memelas!” lanjutku sambil menendang wajah Siskaย yang masih dalam posisi berlutut di hadapanku.
Badanku lemas seketika. Niatku ingin memberi kejutan, tapi justru diriku yang terkejut. Hatiku pun hancur sehancur-hancurnya, rasanya belum percaya dengan kenyataan yang kuhadapi. Bagaimana tidak? Aku melihat dengan mata kepala sendiri lelaki yang sangat kucintai asyik bercinta dengan wanita lain, terlebih mengenaskan mereka melakukannya di dalam kamarku sendiri.
“Tak ada maaf untuk kalian berdua,” ucapku lagi, masih berdiri dengan tangan terlipat di dada sambil memandangi dua manusia tak tahu diri itu.*
Editor: Loh