𝐃𝐀𝐄𝐑𝐀𝐇- 𝐃𝐄𝐒𝐀

Terkait Sengketa Lahan, BPN Tinjau Lokasi

Watansoppeng, Jurnalsepernas.id –
SETELAH melalui proses mediasi resmi di Kantor Desa Jampu, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan (Sulsel) beberapa waktu lalu, akhirnya pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Watansoppeng turun langsung meninjau lokasi tanah yang menjadi objek sengketa antara ahli waris almarhum Nondeng dan pihak I Madda.

Peninjauan lapangan ini turut dihadiri kedua belah pihak yang bersengketa, masing-masing menunjukkan batas-batas yang mereka klaim sebagai milik mereka, pada Kamis (04/11).

Turunnya BPN ke lapangan ini menjadi tahap krusial untuk memastikan kejelasan batas Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 03261/Jampu atas nama almarhum Nondeng, yang berdasarkan dokumen sertipikat tercatat seluas 916 meter persegi.

BPN hadir, Kedua Pihak Menunjukkan Batas Klaim Masing-Masing

Dalam peninjauan tersebut, BPN meminta kedua pihak menunjukkan batas versi mereka.
Proses ini menjadi bagian awal sebelum dilakukan pengukuran resmi sesuai prosedur penetapan batas.

Pihak BPN juga menegaskan, kehadiran semua pihak di lapangan sangat penting untuk menghindari keberatan di kemudian hari bila dilakukan pengukuran resmi.

LSM BPPI: β€œBPN Harus Sesuai Isi Perjanjian Mediasi”

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Lembaga Swadaya Masyarakat Barisan Patriot Peduli Indonesia (DPD LSM-BPPI) Kabupaten Soppeng, Rusmin, yang turut hadir mengawal proses ini, menegaskan, BPN harus bekerja berdasarkan dokumen dan kesepakatan resmi yang telah ditandatangani kedua baleh pihak pada mediasi sebelumnya.

Rusmin menyampaikan, pihaknya meminta pada pihak BPN Watansoppeng, agar menyesuaikan hasil pengukuran dengan surat perjanjian mediasi.

Kesepakatan bersama sudah jelas, bahwa yang diukur adalah sertifikat atas nama Nondeng seluas 916 mΒ², selebihnya bukan lagi milik almarhum Nondeng.

Lebih lanjut Rusmin memperingatkan, penyimpangan dari isi perjanjian dapat menimbulkan persoalan baru.

Dikatakannya, apabila BPN melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan isi perjanjian, sangat mungkin muncul masalah baru.

“Itulah sebabnya kami hadir untuk memastikan proses berjalan sesuai aturan dan kesepakatan,” ujar Rusmin.

Mengapa isu ini Sensitif? Dari hasil investigasi Jurnalsepernas.id, terdapat beberapa faktor penyebab potensi konflik baru.

– Perbedaan klaim batas yang sudah berlangsung bertahun-tahun.

– Tidak adanya penetapan batas yang akurat sejak sertifikat diterbitkan.

– Penggarapan lahan tanpa batas fisik permanen.

– Kekhawatiran bahwa pengukuran ulang dapat merugikan salah satu pihak jika tidak sesuai perjanjian.

Karena itu, keberadaan dokumen Berita Acara mediasi menjadi dasar yang harus dihormati oleh semua pihak, termasuk BPN sebagai instansi teknis.

Catatan Redaksi
Media Jurnalsepernas.id- memberikan perhatian khusus pada kasus ini, karena menyangkut kepastian hukum masyarakat,
profesionalitas BPN,
dan potensi konflik sosial di tingkat desa.

Jika proses pengukuran dilakukan transparan dan sesuai kesepakatan, maka sengketa dapat selesai tanpa menimbulkan konflik lanjutan.

Namun, bila tidak, kasus ini berpotensi berkembang menjadi laporan resmi ke Ombudsman RI maupun Aparat Penegak Hukum (APH).

Pewarta: Asdar
Editor : Loh

Laode Hazirun

Ketua Umum Jurnal Sepernas."Sepernas satu2nya organisasi pers dari Indonesia timur yg merancang UU Pers tahun 1998 bersama 28 organisasi pers" HP: 0813-4277-2255