Saatnya DPR Berbenah dan Kembali ke Jalan Reformasi

Oleh: Farkhan Evendi
Penulis adalah Ketua Umum Bintang Muda Indonesia
Menanggapi sejumlah unjuk rasa dan insiden yang terjadi belakangan ini, Penulis yang juga mantan aktivis 1998 sekaligus Ketua Umum Bintang Muda Indonesia (BMI), menyatakan keprihatinan mendalam.
Penulis turut mengungkapkan belasungkawa atas meninggalnya sejumlah warga dalam berbagai insiden tersebut, yang berdasarkan pemberitaan media, jumlahnya mencapai delapan orang dari berbagai daerah.
Penulis menyampaikan bahwa dengan situasi yang ada, sudah saatnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan refleksi dan pembenahan menyeluruh.
Menurutnya, selama ini rakyat memandang DPR belum sepenuhnya menjalankan amanat reformasi. Meski Indonesia telah lebih dari dua dekade meninggalkan era Orde Baru (Orba), praktik politik di parlemen masih kerap diwarnai transaksi kepentingan dan belum mencerminkan aspirasi rakyat secara optimal.
“Pada masa Orde Baru, DPR berperan lebih sebagai pengesah kebijakan pemerintah. Pasca reformasi, harapan kita tentu sangat besar untuk melihat perubahan mendasar. Namun, pada kenyataannya, politik transaksional masih sering mendominasi, sehingga fungsi representasi rakyat menjadi terdistorsi,” tulis Farkhan dalam memoarnya.
Penulis, yang kini juga aktif di beberapa majelis mujahadah, melihat bahwa gaya hidup para anggota legislatif justru semakin memperlebar jarak dengan rakyat. Dengan besaran gaji, tunjangan, dan fasilitas yang jauh melampaui penghasilan rata-rata masyarakat, anggota DPR kerap dianggap sebagai kelompok elite yang terpisah dari realitas kehidupan rakyat.
Penulis membandingkan, di banyak negara lain para anggota legislatif dikenal sederhana, menggunakan sepeda ke kantor, bahkan ada yang tinggal di rumah kontrakan. Sementara di Indonesia, pola hidup anggota DPR justru sangat menonjolkan kemewahan dan privilege.
Farkhan menekankan bahwa perbaikan harus dimulai dari transformasi mendasar dalam tata kelola partai politik. Partai politik seharusnya menjadi institusi penjernih demokrasi, tetapi dalam praktiknya justru semakin oligarkis. Mekanisme rekrutmen dan kaderisasi yang sehat justru tidak berjalan dengan baik.
Penulis juga menyoroti motivasi sebagian besar calon legislatif yang maju dalam pemilihan. Menurutnya, banyak yang tidak didorong oleh semangat memperjuangkan rakyat, melainkan lebih untuk membangun karier politik dan mencari keuntungan pribadi.
Sebagai pelaku gerakan reformasi 1998, Penulis menegaskan bahwa kini saatnya seluruh anggota DPR melakukan pembenahan diri secara serius untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, memulihkan marwah lembaga, dan mengembalikan fungsi DPR sebagai representasi rakyat seutuhnya.
Penulis menegaskan, transformasi kelembagaan DPR harus berawal dari perbaikan fundamental dalam tubuh partai politik. Tanpa pembenahan sistem rekrutmen dan kaderisasi yang transparan dan berintegritas, mustahil mengharapkan lahirnya anggota dewan yang benar-benar mengabdi untuk rakyat.
Mengkahiri catatannya, Penulis menyatakan, DPR harus didorong untuk lebih transparan dan akuntabel. Perbaikan dimulai dari partai politik, tetapi pengawasan harus datang dari seluruh elemen masyarakat. Hanya dengan demikian cita-cita reformasi dapat terwujud dan tidak terus dikhianati.