Proyek BBWS Pompengan Jenneberang Disorot
Sengkang, Jurnalsepernas.id β WARGA yang bermukim di sekitar proyek Pengendalian Banjir Sungai Walanaeβ Cendranae berlokasi di Desa Ujung Pero, Kecamatan Sabbangparu, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan (Sulsel) menyoroti kualitas proyek yang terlihat amburadul.
Betapa tidak, sesuai hasil investigasi Jurnalsepernas.id pada Ahad (08/09) menyaksikan, proyek tersebut menggunakan tiang pancang kayu dan batunya disusun bukan dicor. Sementara sumber dananya berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Tahun 2024, melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jenneberang berjumlah Rp.17.774.508.000 yang patut dipertanyakan.
Dari papan informasi yang terpampang, proyek tersebut dikerjakan oleh rekanan PT. Tantui Enam Konstruksi dengan Konsultan Pengawasan, CV. Intisari Karya. Kenyataan di lapangan nampak, tiang pancang yang digunakan untuk penahan batu tebing menggunakan batang pohon kelapa. Dan batu yang digunakan patut pula dipertanyakan, asal-usul legalitas material tersebut, apakah memenuhi syarat atau tidak.
Menurut sumber, salah seorang warga sekitar yang minta jati dirinya dirahasiakan, material yang dipasang menggunakan penahan batang pohon kelapa tersebut, tidak akan bertahan lama untuk menahan beban batu besar yang terpasang di tebing sungai Itu.
Sementara ditempat terpisah, Basri selaku pelaksana kegiatan dikonfirmasi oleh awak media membenarkan hal itu. “Iya betul pak, kami menggunakan batang pohon kelapa untuk penguat tebing, hanya sekitar 100 meter saja,β ujarnya singkat.
Terkait proyek yang tengah disoroti warga tersebut, Jurnalsepernas.id sudah melayangkan surat konfirmasi kepada Kepala Besar Wilayah Sungai Pompengan Jenneberang (BBWSPJ) yang diterima bagian Hubungan Masyarakat (Humas) Ririn, pada Rabu (10/09), namun hingga berita ini tayang belum ada balasan dari pihak yang berkompeten BBWSJP.
Perlu diketahui via konfirmasi melalui surat merupakan budaya birokrasi yang berbelit-belit yang diterapkan oleh pihak balai, hal inilah yang membuat layanan pencari informasi acapkali terhambat. Untuk itu diharapkan Aparat Penegak Hukum (APH) Tindak Tidana Korupsi (Tipikor) Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kepolisian Daerah (Polda) Sulsel memeriksa Kepala Balai selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek.
Pewarta: Tim
Editor : Loh