Sri Sultan HB II Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional

Yogyakarta, Jurnalsepernas.id – DUKUNGAN terhadap Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Sri Sultan Hamengku Buwono II (HB II) terus mengalir, termasuk dari kalangan akademisi.
Dukungan tersebut diantaranya datang dari salah satu dosen Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Yogyakarta, Sapta Candra Miarsa, S.T., M.T.
Menurut Sapta, gelar pahlawan nasional bagi Sri Sultan HB II sudah diajukan sejak 2016 silam, oleh Keluarga Trah Sri Sultan HB II diantaranya oleh Mein Sugandhi dan Leginingsih.
Namun hingga saat ini, usulan tersebut belum disetujui Kementerian Sosial dan Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP).
Sapta menuturkan, Sri Sultan HB II sangat memenuhi syarat untuk menyandang gelar Pahlawan Nasional.
βGelar Pahlawan Nasional telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan,β tuturnya, Senin (19/05).
Sapta menjelaskan, tujuan pemberian gelar Pahlawan Nasional termaktub dalam Pasal 3 UU No 20 Tahun 2009, yaitu menghargai jasa setiap orang, kesatuan, institusi pemerintah, atau organisasi yang telah mendarmabaktikan diri dan berjasa besar dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kemudian, menumbuhkembangkan semangat kepahlawanan, kepatriotan, dan kejuangan setiap orang untuk kemajuan dan kejayaan bangsa dan negara, serta menumbuhkembangkan sikap keteladanan bagi setiap orang dan mendorong semangat melahirkan karya terbaik bagi kemajuan bangsa dan negara.
Baik syarat umum maupun syarat khusus pemberian gelar Pahlawan Nasional, Sri Sultan HB II juga sudah terpenuhi.
Syarat khusus diantaranya Warga Negara Indonesia (WNI) atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), memiliki integritas moral dan keteladanan, berjasa terhadap bangsa dan negara, berkelakuan baik, setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara, dan tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun.
Sedangkan syarat khusus yaitu gelar Pahlawan Nasional diberikan kepada seseorang yang telah meninggal dunia, semasa hidupnya pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa, tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan.
Kemudian, melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya.
Pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara, pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa.
Selain itu Memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi, melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.
βSri Sultan HB II sudah memenuhi syarat untuk menyandang gelar Pahlawan Nasional. Jadi sudah seharusnya pemerintah mengabulkan permohonan dan memberikan gelar pahlawan nasional bagi Sri sultan HB II. Karena peran HB II sudah jelas dalam pembentukan Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat (Negeri Yogyakarta) dan melawan Penjajah. Momen bersejarah itu dikenal dengan Geger Sepehi. Artinya beliau juga berperan dalam perjuangan kemerdekaan Bangsa Indonesia,β terang Sapta.
Sapta menjelaskan, Geger Sepehi merupakan peristiwa penyerbuan Keraton Yogyakarta yang dilakukan oleh pasukan Inggris pada tanggal 19-20 Juni 1812 atas perintah Gubernur Jendral Raffles. Nama sepehi berasal dari pasukan Sepoy, orang India yang dipekerjakan oleh Inggris untuk menyerang istana.
Dalam peristiwa itu HB II dan rakyat berjuang mempertahankan Kraton walaupun akhirnya pihak penjajah berhasil merampas seluruh kekayaan istana, seperti emas, termasuk yang ikut dirampas ratusan manuskrip kisah budaya dan kehidupan masyarakat milik Keraton Yogyakarta. Manuskrip itu kemudian dibawa ke negara Inggris.
Dalam Geger Sepehi itu HB II memang berhasil ditangkap oleh pihak Inggris dan bukan berarti kalah. Rakyat justru menganggap sang Raja telah berjuang secara gigih untuk melindung rakyatnya dan keberadaan Kraton Yogyakarta.
Menurut Sapta, jejak karya warisan Sri Sultan HB II yang masih bisa dinikmati generasi saat ini masih dilestarikan, diantaranya berupa bangunan dan seni arsitektur dengan corak khas yang masih banyak digunakan.
Sri Sultan HB II juga meninggalkan sejumlah karya monumental semasa memimpin. Mulai dari membentuk korps/satuan keprajuritan yang dilengkapi dengan perlengkapan dan persenjataan yang lebih baik sampai membangun benteng baluwarti yang dilengkapi meriam untuk melindungi keraton dari serangan luar.
Di bidang sastra Sri Sultan HB II mewariskan karya-karya heroik yang berbau pertahanan dan militer, seperti: Babad Nitik Ngayogya dan Babad Mangkubumi. Dua karya babad ini menceritakan perjuangan berdirinya Keraton Yogyakarta.
Juga karya sastra yang bersifat fiksi di antaranya Serat Baron Sekender dan Serat Suryaraja. Yang terakhir merupakan karya pustaka yang dijadikan pusaka bagi Keraton Yogyakarta.
Untuk diketahui Sri Sultan Hamengkubuwono II lahir 7 Maret 1750 adalah raja Kesultanan Yogyakarta yang memerintah selama tiga periode, yaitu 1792 – 1810, 1811 – 1812, dan 1826 – 1828. Pada pemerintahan yang kedua dan ketiga ia dikenal dengan julukan Sultan Sepuh. Sri Sultan Hamengkubuwono II wafat pada tanggal 3 Januari 1828 dalam usia 77 tahun. Masa jabatannya yang kedua adalah yang paling singkat dalam sejarah Kesultanan Yogyakarta.
Pewarta: Dirman
Editor : Loh