Sertifikat Tanah Salah Obyek?
Ladongi, Jurnalsepernas.id – SERTIFIKAT tanah adalah bukti otentik kepemilikan dan hak seseorang atas suatu tanah atau lahan, dengan status hukum yang jelas.
Surat sertifikat tanah yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN), merupakan dokumen negara yang penting untuk dimiliki,
namun terkadang dimanipulasi oleh segelintir orang, karena kekuasaan. Dapat diduga hal itu merupakan tindakan kejahatan untuk bersekongkol melakukan jual-beli tanah.
Praktek semacam itu, diduga terjadi pula di Ra-raa, Kelurahan Ra-raa, Kecamatan Ladongi, Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara (Sultra) sebagaimana temuan investigasi awak media, Rabu (20/07).
Terkait hal itu, ada sejumlah petani sekitar 15 orang pemilik lahan, masing-masing memperoleh luas Lahan 2 Hektar (Ha), perorang berarti satu hamparan 30 Ha berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri) pada 1978.
Lalu diperkuat dengan putusan Kepala Daerah Sulawesi Tenggara 1979 untuk menjadi hak milik yang dibuktikan dengan kwitansi pembayaran administrasi kepada negara untuk biaya pengukuran lahan senilai Rp.45 ribu terjadi pada 29/01/1979 yang waktu itu diterima Kepala Desa (Kades) Raraa, Sudiono dan kini berubah menjadi Kelurahan Ra-raa.
Setelah penunjukan lokasi yang ditunjuk langsung oleh pengelola pertama, disahkan oleh pemerintah setempat dalam hal ini adalah Kelurahan Ra-raa yang ditandatangani oleh 9 orang, disahkan oleh Kelurahan Ra-raa, 2008.
Saat ini, ada beberapa oknum yang mengklaim lahan tersebut, dengan alasan membeli diduga pada pejabat/penguasa tertentu saat itu dengan menghilangkan sejumlah alas hak kepemilikan warga seperti; sertifikat tanah dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) diduga di lakukan oleh orang yang terlibat dalam dalam pemerintahan pada waktu itu.
Menurut warga setempat yang tidak ingin disebutkan namanya, ada oknum yang diduga sengaja melakukan tindakan kejahatan penggelapan, sertifikat tanah dan PBB untuk melakukan transaksi jual-beli tanah di lokasi itu.
Hal ini jelas, pihak-pihak yang mengklaim lahan yang sebelumnya, di atasnya sudah mempunyai alas hak yang jelas kepemilikannya alias legalitasnya sudah akurat sesuai data otentik yang ada, maka pihak-pihak yang belakangan mereka mengklaim dalam memperoleh lahan tersebut dengan membeli pada oknum tertentu, berarti kepemilikannya ilegal alias tidak sah dan melawan hukum.
Pewarta: Abidin Alwi
Editor : Loh