TNI-POLRI

Kapolri: Penyidik Harus Transparan Tangani Perkara

Jakarta, Jurnalsepernas.id – KEPALA Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Litsyio Sigit Prabowo menekankan kepada seluruh Penyidik Kepolisian Republik Indonesia (Polri) diwajibkan menjaga netralitas dan transparan dalam menangani perkara yang sedang ditangani.

Hal itu ditegaskan Kopolri, Sigit ketika membuka Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Gabungan Divisi di Gedung Rupatama Markas Besar (Mabes) Polri Jakarta Selatan, Kamis (03/06).

Dalam Rekernis Gabungan Divisi itu, Sigit meminta semua Divisi mampu melakukan penguatan transformasi menuju Polri Prediktif, Responbilitas dan Transparansi Berkeadilan (Presisi).

Sigit mengatakan, dalam Pendidikan Kejuruan Reserse di Kepolisian, setiap Personel Polri telah di tekankan harus selalu bersifat independent, demi menjaga etika penyidikan dan Profesi Polri. Dengan begitu, setiap penyidik Polri dapat bersikap netral dalam penanganan perkara, sehingga kebenaran materil perkara dapat terus terjaga.

“Semua telah diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No 2 Tahun 2003, tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri kemudian, dikuatkan dengan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 15 Tahun 2006, tentang Kode Etik Profesi Penyidik Pada Polri,” ujar Sigit kepada wartawan.

Menjawab pertanyaan wartawan, Sigit mengaku, dalam menangani suatu perkara, penyidik dapat melanggar Kode Etik Profesi bila melakukan pertemuan dengan salah satu pihak yang sedang berperkara untuk kepentingan pribadi, sehingga mengubah kebenaran materil perkara. “Untuk pelanggaran itu, oknum penyidik tersebut, dapat menerima sanksi berupa hukuman dan tindakan disiplin,” tegas Sigit.

Menurut Sigit, pelanggaran akibat pertemuan untuk kepentingan pribadi penyidik yang mempengaruhi proses penyidikan, dijabarkan dalam Pasal 6 PP No 2 Tahun 2003.

Dijelaskannya, dalam Pasal 6 huruf J PP No 2 Tahun 2003 disebutkan kesalahan itu dapat berupa keberpihakan penyidik dalam perkara pidana yang sedang ditangani. Sementara, lanjutnya, dalam Pasal 6 Huruf K PP No 2 Tahun 2003 disebutkan kesalahan dapat berupa manipulasi perkara.

“Jadi, semua telah diatur secara jelas dan ada sanksi tegas yang dapat diberikan kepada oknum penyidik yang melakukan pelanggaran saat menangani suatu perkara,” pungkasnya. (Sumber: Ikatan Jurnalis Kepolisian).

Pewarta/Editor: Loh

Laode Hazirun

Ketua Umum Jurnal Sepernas."Sepernas satu2nya organisasi pers dari Indonesia timur yg merancang UU Pers tahun 1998 bersama 28 organisasi pers" HP: 0813-4277-2255

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *