๐Ž๐๐ˆ๐๐ˆ

Kutinggal Kampung Halaman Tuk Merajut Impian

Buahย Pena: La Ode Hazirun

SETAMAT Sekolah Menengah Atas (SMA), penulis harus meninggalkan kampung halaman tercinta yang tenang dan damai, sebuah kampung pesisir pantai bernama Katilombu, Kecamatan Sompolawa, Kabupaten Buton (Sekarang Buton Selatan), Sulawesi Tenggara (Sultra) sekitar Juli 1981. Selamat tinggal kampung halamanku tetap abadi yang selalu kukenang tak sedikitpun pernah kulupakan.

Penulis berangkat dari Kota Bau-Bau ke Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) di malam hari menumpangi sebuah armada milik Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) Kapal Motor (KM) Rinjani Kelas Ekonomi.

Malam itu, rembulan terlihat agak malu-malu menampakkan cahaya indahnya dan suasana malam membawa rasa dingin, namun memberikan kesejukan, kedamaian, dan kegembiraan, karena ada hiburan diatas kapal sembari berjoget ria.

Meskipun penulis terhibur dan tampak gembira malam itu, namun kerinduan tak dapat kusembunyikan mengenang dan membayangkan orang tua dan sanak saudara yang baru pertama kali berpisah dalam waktu yang lama dan tempat yang jauh.

Untuk menghilangkan sejenak kepiluan hati, penulis terus berbaur dengan penumpang lainnya menikmati tembang yang dialunkan biduan kapal dan mengamati setiap derap kaki orang yang berjoget.

Untuk sementara, dentuman
musik yang mengiringi suara merdu sang biduan, dapat melupakan kerinduan, sebab tadi paginya baru melepas keharuan sebuah perpisahan dengan orang tua tercinta dan kakak- adik penulis, melepas kepergian dengan linangan air mata. Meski agak sedikit kesal atas kepergian itu, namun mereka menyadari bahwa, pagi itu adalah hari penting untuk saudara mereka.

KM Rinjani yang ditumpangi penulis terbilang baru pertama dan menempuh perjalanan menyeberangi selat Makassar sekitar 12 jam jelajah dan tiba di Makassar masih pagi buta yang langsung dijemput famili yang sudah lebih dahulu menimba ilmu di Kota Daeng yang terasa asing bagi penulis kala itu.

Sepanjang perjalanan menuju rumah kontrakan, penulis menumpangi mobil Angkutan Kota (Angkot) yang disebut Pete-Pete warna biru jurusan Ujung Pandang Baru, mengingat tidak jauh dari Kampus Jaket Merah Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.

Penulis merasa sangat gugup dan bingung Bak Rusa Masuk Kampung, tapi sekaligus kagum menyaksikan rumah-rumah menjulang bertingkat, jalanan bersih, dan Traffic Lights (Lampu Lalu Lintas) atau orang di Makassar menyebutnya ‘Lampu Merah’ yang tentunya tidak ada di kampung penulis.

Sebagai jejaka yang baru lepas SMA dan baru menginjak daerah rantau berpisah dengan keluarga, tentu takut menghadapi orang baru, dan takut menghadapi tantangan baru. Namun, penulis harus belajar beradaptasi dan berusaha menjadi lebih baik, saya harus berani merengkuh zona nyaman saya, supaya berani menerima tantangan dan siap merasakan pahit-manisnya hidup di rantau orang.

Penulis harus tegar dan menyingkirkan keraguan demi meraih cita-cita demi mencari jati diri sendiri melanjutkan jenjang pendidikan lebih tinggi di bangku kuliah Perguruan Tinggi, itu sudah terpatri dalam jiwa raga penulis.

Unhas pilihan penulis dan waktu menunggu pendaftaran yang tinggal seminggu lagi, penulis dibekap demam akibat serangan nyamuk, namun oleh karena sebuah obsesi yang harus diraih, hilangkan keraguan dan tekad sudah bulat, pendaftaran harus diikuti dengan memilih Fakultas Sastra. Alhamdulullah nyangkut dan alhasil merengkuh gelar sarjana Strata Satu (S1) meski ditempuh lima tahun.

Sebelum meraih gelar sarjana, ditengah perjalanan kuliah, penulis sempat merasakan penderitaan yang amat dalam, karena ditinggal orang-orang tercintai. Jelang setahun menyelesaikan study, ibunda penulis pergi untuk selamanya.

Lalu sewaktu Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) atau layak disebut Kejar Kejar Nona (KKN), penulis sempat mendapat jodoh di Kota Lumbung Padi Sidrap, meski hanya mengarungi bahtera ruman tangga selama tiga tahun, lalu berpisah pula untuk selama-lamanya akibat wafat bersama jabang bayi dalam kandungan, maka lengkap sudah penderitaan yang amat pedih hingga penulis menalami depresi.

Untuk menjaga keseimbangan dan merecovery kesehatan, penulis mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Jurnalistik yang diselenggarakan Koran Mingguan Makassar Press (Mapres) 1990 selama tiga bulan, begitu usai langsung diterima bergabung menjadi wartawan Mingguan Mapress.

Lalu kutinggalkan Sidrap, dari sebuah desa Carawali berbekal tustel tua datang ke ibukota dengan penuh harapan, jadi seorang wartawan. Wartawan pujaanku, pilihan hidupku sebagai profesi mulia, meski banyak orang menghinakan dan tak memberi segunduk materi, namun kepuasan batin menggiringku ke dunia ini, dunia tak bertepi tanpa batas.

Penulis: Ketua Umum Serikat Pers Reformasi Nasional dan Pimred Jurnalsepernas.id

๐‘๐”๐’๐Œ๐ˆ๐

๐Š๐ž๐ญ๐ฎ๐š ๐ˆ๐ˆ ๐ƒ๐ž๐ฐ๐š๐ง ๐๐ข๐ฆ๐ฉ๐ข๐ง๐š๐ง ๐๐ฎ๐ฌ๐š๐ญ ๐’๐ž๐ซ๐ข๐ค๐š๐ญ ๐๐ž๐ซ๐ฌ ๐‘๐ž๐Ÿ๐จ๐ซ๐ฆ๐š๐ฌ๐ข ๐๐š๐ฌ๐ข๐จ๐ง๐š๐ฅ (๐ƒ๐๐- ๐’๐„๐๐„๐‘๐๐€๐’) ๐๐š๐ง ๐Š๐จ๐ซ๐๐ข๐ง๐š๐ญ๐จ๐ซ ๐๐š๐ฌ๐ข๐จ๐ง๐š๐ฅ (๐Š๐Ž๐‘๐๐€๐’) ๐Œ๐ž๐๐ข๐š ๐‚๐ž๐ญ๐š๐ค ๐๐š๐ง ๐Ž๐ง๐ฅ๐ข๐ง๐ž, ๐‘ฑ๐’–๐’“๐’๐’‚๐’๐’”๐’†๐’‘๐’†๐’“๐’๐’‚๐’”.๐’Š๐’…- ๐Œ๐„๐๐†๐”๐๐†๐Š๐€๐ ๐…๐€๐Š๐“๐€ ๐“๐€๐๐๐€ ๐๐€๐“๐€๐’ , ๐Œ๐ž๐ฅ๐š๐ฅ๐ฎ๐ข ๐ˆ๐ง๐ฏ๐ž๐ฌ๐ญ๐ข๐ ๐š๐ฌ๐ข ๐๐š๐ง ๐Œ๐จ๐ง๐ข๐ญ๐จ๐ซ๐ข๐ง๐  Telepon: 082332930636 / 082312911818.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *