Tambang Galian Berkedok Normalisasi sungai?
Watansoppeng, Jurnalsepernas.id – BERBAGAI cara orang mengeruk isi perut bumi negeri ini antara lain dengan dalih melakukan normalisasi sungai, supaya perbuatan ilegal mereka terlindungi, sehingga terlihat sah-sah saja seolah memiliki legalitas yang resmi.
Padahal bila ditilik sebenarnya, konsep normalisasi sungai dapat dilihat dari kata dasarnya yaitu normal. Normal sendiri berarti menurut aturan atau menurut pola yang “umum”. Maka normalisasi sungai dapat diartikan dengan upaya mengembalikan fungsi sungai seperti semula berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan suatu instansi.
Tentunya, tujuan dari normalisasi sungai adalah merapikan bentuk sungai, memperlebar kembali badan sungai dan mengeruk ke dalaman sungai, agar kapasitas daya tampung sungai serta debit arus sungai ideal.
Sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan (Sulsel),
pekerjaan normalisasi sungai ini patut dipertanyakan. Dari mana sumber anggarannya? Layaknya kegiatan itu pengelola tambang galian C diduga berkedok melakukan normalisasi sungai.
Sesuai investigasi Dewan Pimpinan Daerah Lembaga Swadaya Masyarakat Barisan Patriot Peduli Indonesia (DPD LSM-BPPI) Kabupaten Soppeng, Mansur, SE bersama Drs. Sakka dan Nurjayadi dari Organisasi Pers Dewan Pimpinan Cabang Serikat Pers Reformasi Nasional (DPC- SEPERNAS ) Kabupaten Soppeng, bahwa di lokasi tidak ada papan informasi.
Pihaknya menerima informasi dari masyarakat, bahwa aktifitas pengerukan sungai dilakukan oleh pihak tertentu dengan menggunakan alat berat, lalu terdapat kendaraan Dump Truck yang silih berganti mengangkut material hasil kerukan. ”Ini dipertanyakan. Kenapa dan akan dibawa ke mana hasil kerukan itu? Apa boleh dipergunakan untuk keperluan proyek lainnya? Atau bisa jadi itu dijual oleh pelaksana proyek tersebut. “Untuk itu, kami minta pihak terkait untuk menindak lanjuti,” pinta Mansur.
Seyogyanya, material hasil kerukan tersebut, dipergunakan untuk membuat tanggul di sepanjang aliran sungai, sehingga ancaman banjir yang kerap terjadi di wilayah itu bisa berkurang. Dengan pembuatan tanggul yang tinggi, maka banjir bisa diminimalisasi khususnya pada saat musim penghujan.
”Ini yang terjadi malah material diangkut ke tempat lain bukan dipergunakan untuk membuat tanggul yang tinggi, sehingga nantinya sedimen pada dasar sungai kembali menumpuk dan masalah banjir bisa kembali terjadi bukan teratasi,” kritik Sakka.
Pantaun dari tim media ini bersama LSM-BPPI, pada Minggu (23/07) membenarkan telah terjadi pengerukan sungai menggunakan alat berat dengan stiker 42 di sungai Cenrana Lelurahan Salokaraja, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng. Begitu juga Damp Truck dengan stiker yang sama yakni 42 dimana pemiliknya adalah pengusaha ternama yang ada di Kabupaten Soppeng bahkan dikenal sampai tingkat Provinsi Sulawesi Selatan.
Masyarakat di sekitar pengerukan itu merasa keberatan apabila material berupa batu itu diangkut ke luar dari lokasi sebelum membuat tanggul, begitu juga masyarakat yang tanahnya dijadikan akses jalan masuk ke lokasi pengerukan menjadi jalan Damp Truck mengangkut material dari sungai karena merupakan bisnis bukan normalisasi sungai semata jadi harusnya ada juga konvensasi untuk mereka, bukan hanya ke orang tertentu saja.
Pewarta: Tim
Editor : Loh