PT.Banpu Indonesia Rampas Sumber Kehidupan Nelayan?

Tenggarong, Jurnalsepernas.id β SEJENGKAL perairan yang berupa laut dan sungai di Indonesia sangat berarti bagi nelayan dalam mengais rezeki untuk menghidupi keluarga.
Segaimana halnya Sungai Mahakam yang membentang dari hulunya Pegunungan Iban, Kalimantan, hingga muaranya selat Makassar menjadi satu-satunya sumber kehidupan bagi para nelayan di Desa Batuq, Kecamatan Muara Muntai dan Desa Sebemban, Kecamatan Muara Wis, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur (Kaltim) sekarang telah terusik bahkan sudah tak layak untuk menggantungkan hidup dari Sungai Mahakam.
Nelayan yang dulu setiap harinya menangkap ikan untuk dijual atau untuk dikosumsi sendiri dan keluarga, sekarang sudah tak
bisa lagi.
Hal itu disebabkan oleh padatnya arus lalulintas atau lalu lalang kapal-kapal pengangkut batubara atau tongkang yang tujuannya ke jetty/ pelabuhan batubara yang berada di Kabupaten Kutai Barat.
Dahulu nelayan bisa mendapatkan ikan 10 hingga 20 Kilo Gram (Kg) perhari, sekarang sudah tidak dapat lagi, karena ketika sebentar memasang jala/pancing harus terusir dan menjauh saat kapal pengangkut batubara atau tongkang lewat, jika tidak menjauh maka nyawa merekalah yang terancam akan tergilas oleh kapal-kapal tersebut.
Untuk diketahui, PT. Banpu Indonesia yang terkenal sebagai pemilik Konsensi Tambang Batu Bara yang berada di Kabupaten Kutai Barat menjadi salah satu penyokong paling banyak armada kapal pengangkut batubara yang melintasi Desa Batuq dan Desa Sebemban.
Tak ayal, masyarakat kecewa dengan PT. Banpu Indonesia yang seakan-akan memecahkan piring nasi nelayan dari dua desa tersebut.
Untuk menggantikan mata pencairan nelayan yang telah hilang tersebut, Pemerintah Desa (Pemdes) mencoba melaksanakan Kegiatan Asisst Tug/
Tunda Pandu dengan menunjuk pihak ketiga sebagai pelaksana kegiatan, namun pihak PT.Banpu Indonesia terkesan mengacuhkan atau menolak kegiatan asisst tersebut.
Masyarakat Desa Batuq dan Desa Sebemban melalui Pemerintah Desa mengadukan hal itu kepada Sultan Kutai Kartanegara ke XXI, Drs. H. Adji Muhammad Arifin, M.Si sebagai pimpinan tertinggi Adat Masyarakat Kutai dan dengan tembusan Forum Koordinasi
Pimpinan Daerah (Forkopimda) bahwa hak hidup mereka telah terampas oleh Perusahaan Tambang dan perusahaan pelayaran, salah satunya PT. Banpu Indonesia.
Atas hal tersebut, Sultan Kutai Kartanegara melalui Sekretariat Kedaton mengirimkan surat dua kali berturutβturut kepada kontraktor tambang PT. Banpu Indonesia yaitu PT. Trubaindo Coal Mining (TCM) dengan Nomor Surat 044/SEK-KD/KKKIM/VI/2025 & Nomor 064/SEK-KD/KKKIM/VI/2025.
Hal mana, surat tersebut langsung di tanda tangani dan di stempel oleh Sultan Kutai Kartanegara dan isinya adalah mengajak untuk silaturahmi dan audiensi.
Namun sayang atas Dua surat tersebut sampai saat ini Pihak PT. Banpu Indonesia maupun PT. TCM tidak ada menanggapi atau merespon atas surat tersebut, bahkan dihubungi pun tidak menjawab, padahal PT. TCM selaku yang menerimakan surat tersebut, seakanβakan pihak perusahaan tidak menghargai ataupun menghormati Pemerintah dan Kesultanan Kutai Kartanegara serta tidak memikirkan nasib rakyat Desa Batuq dan Desa Sebemban. Berita akan berlanjut pada edisi berikutnya.
Pewarta: Tim
Editor : Loh