Mengapa Selingkuh Terjadi Ketika Semua Tampak Normal?
Palembang, Jurnalsepernas.id – BEBERAPA waktu yang lalu, setiap akhir pekan hampir di semua media sosial selalu dihebohkan dengan pembahasan tentang kisah Kinan, Aris, dan Lidya. Saking viralnya, tadinya mereka yang tidak tertarik pun akhirnya menjadi penasaran dan berburu info tentang mereka.
Fenomena beraroma perselingkuhan dalamย web seriesbertajukย ‘Layangan Putus’ย ini berawal dari curhatan seorang istri yang dikejutkan dengan kenyataan, bahwa misteri hilangnya sang suami selama 12 hari ternyata berbungkus kisah bulan madu suaminya dengan seorang selebgram.
Ibu berputra empat itu luar biasa hancur, karena tak pernah mengira dia akan dikhianati separah itu. Itu karena dia selalu mengira semuanya baik-baik saja.
Sering sekali orang awam mengira, perselingkuhan terjadi karena kurang baiknya hubungan dalam suatu pernikahan. Nyatanya, tak selalu begitu. Seperti di kisahย Layanganย Putus, apa kekurangan Kinan? Dia cantik, cerdas, dan sebagai istri juga ibu, dia hampir sempurna.
Hubungan pasutri itu juga tak ada masalah, apalagi sudah ada Raya dan calon bayi mereka yang kedua. Tak ada alasan yang bisa dipakai untuk mendukung keputusan Aris ketika berpaling dari istrinya. Lalu mengapa Aris malah memilih berselingkuh dengan Lidya? Padahal Aris juga digambarkan sebagai suami dan ayah yang sangat perhatian kepada keluarganya.
Sebaliknya, begitu pun tanda tanya untuk Lidya. Dia muda, cantik, cerdas, dan seorang psikolog anak. Lalu mengapa dia malah tergila-gila pada suami orang, padahal jika dia mau ada sosok Dion, seorang pria muda yang sukses dan masihย single.
Ketika membaca beberapa komentar di sebuah media sosial, netizen menyimpulkan Aris mungkin berselingkuh, karena ada rasa jenuh dalam hubungannya dengan Kinan. Jenuh dalam arti kata, hubungan mereka terlalu aman dan nyaman.
Dari sini timbul niat untuk merasakan sesuatu yang lain, sesuatu yang memicu adrenalin. Dan itu terjadi ketika Aris mengenal Lidya dan merasa jatuh cinta kepadanya. Pertemuan demi pertemuan yang diam-diam itulah yang membuat Aris seakan-akan merasakan hidup yang berbeda.
Dikutip dariย The Asian Parent (14/01) psikolog keluarga Roslina Verauli, S.Psi, M.Psi mengatakan, pada saat berselingkuh, dua orang yang terlibat di dalamnya sedang dimabuk asmara. Mereka baru saja merasakan saling jatuh cinta sehingga kondisi psikologisnya banyak dipengaruhi oleh hormon-hormon ‘cinta’, antara lain serotonin, dopamin, dan adrenalin. Apalagi dalam hubungan yang terjalin secara rahasia, adrenalin seolah-olah mendorong mereka untuk makin menikmati petualangan tersebut.
Hormon serotonin, dopamin, dan adrenalin tersebut berkolaborasi menciptakan perasaan yang menggebu-gebu di antara kedua pelaku perselingkuhan. Lalu efek lanjutannya, mereka pun terhanyut dan mengira, bahwa mereka telah menemukan pasangannya yang paling tepat. Dan, suami pun menganggap bahwa pasangan selingkuhnya adalah sosok yang lebih bisa memahami kebutuhan dirinya, dibandingkan dengan pasangan sahnya.
Padahal, pada kenyataannya belum tentu demikian. Pikiran dan perasaan itu, bisa jadi hadir hanya sesaat dan menjadi penampakan semu. Dengan kata lain, cinta yang menggebu itu adalah cinta buta. Namanya cinta buta, tentu saja dia hanya melihat yang baik-baik saja pada pasangan selingkuhnya. Dan hal tersebut menyebabkan efek lain, yaitu timbul perasaan bahwa pasangan sahnya yang justru banyak tak beresnya. Konyol, bukan?
Sumber lain menyatakan, teori yang lumayan mendukung pernyataan di atas. Terapis perkawinan dan seks berlisensi, R Scott Gornto yang telah melakukan penelitian mengenai perselingkuhan selama 15 tahun, menyebutkan ada tiga faktor penyebab perselingkuhan. Tiga faktor itu dilansir dari lamanย Psychology Today, yaitu; pertama, jatuh cinta pada fantasi.
“Mereka jatuh cinta pada citra orang lain yang telah diciptakan dalam pikiran sendiri. Selingkuhannya hanyalah sebuah konstruksi, citra yang dibuat sesuai apa yang dibayangkan untuk memenuhi setiap kebutuhan mereka,” ujar Scott Gornto. Dengan kata lain, sosok selingkuhannya, bisa jadi mereka bentuk sedemikian rupa demi memenuhi fantasi mereka.
Kedua, rindu pujian. Perselingkuhan memiliki inti tentang kerinduan dan kebutuhan mendalam seseorang untuk mendapatkan validasi eksternal. Siapa yang tidak suka seseorang memuji penampilan, pilihan wewangian, dan merasakan jika orang lain tertarik kepadanya.
“Sekali lagi, banyak orang yang berselingkuh tetapi bukan jatuh cinta dengan selingkuhannya, melainkan dengan citra diri mereka yang baru dan indah,” lanjutnya.
Ketiga, mabuk kepayang. Dalam pertemuan awal dengan orang ketiga, mereka dibuat mabuk kepayang dengan perasaan yang didapatkan. Saat romansa baru dirasakan, hal itu membuat mereka bisa ketagihan. Ya, selingkuh bisa menjadi candu. Itu sebabnya, banyak pelaku selingkuh melakukan perselingkuhan berkali-kali dengan orang yang berbeda. Efek candunya itu yang terus ingin mereka nikmati.
Dari teori itu, kita bisa melihat dan menyimpulkan bahwa pelaku selingkuh terindikasi sebagai pribadi yang egois. Dia hanya memikirkan kepuasan dan kebahagiaan sendiri. Sama seperti yang terjadi pada Aris. Dia bilang tak bisa melepaskan Lidya sekaligus tak ingin menceraikan Kinan. Sekalipun dia paham betapa Kinan tersakiti oleh perbuatannya itu. Dan, jangan lupa, semakin lama Lidya pun semakin menuntut eksistensinya diakui secara terbuka. Jadi jelas, keinginan Aris dan Lidya sungguh egois, bukan? Mereka hanya mengejar kebahagiaan mereka tanpa memikirkan perasaan Kinan dan Raya.
Bahkan sesaat sebelum Kinan menuntut cerai, Aris dengan sangat percaya diri mengatakan bahwa Kinan pasti mau dipoligami karena dia sebagai suami sudah memenuhi semua kebutuhan keluarga, termasuk tak pernah melakukan KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga). Dia lupa, bahwa KDRT tak hanya soal kekerasan secara fisik. Aris tak sadar bahwa perbuatannya termasuk dalam kekerasan psikis atau emosional. Sama saja efeknya dengan kekerasan secara fisik.
Di sisi lain, saya juga membaca sebuahย posting-an di media sosial yang memberi pernyataan sedikit sinis terhadap Kinan. Si pemilik akun itu bilang, Kinan jauh lebih beruntung-di luar fakta bahwa diselingkuhi tetap saja sakit rasanya-karena dia dikelilingi orang-orang yang memberinya dukungan moril secara penuh.
Ada ibunya yang sudah meragukan kesetiaan sang menantu sejak awal hubungan mereka. Lalu ada sahabat-sahabatnya, salah satu berprofesi pengacara yang memberi bantuan hukum kepada Kinan. Ya, Kinan sangat beruntung. Dia tak harus merasa terpuruk seorang diri.
Selain itu, secara finansial, Kinan cukup mapan meski tanpa Aris. Dan, jangan lupa, dia punya titel dokter yang kelak bisa dia gunakan sebagai penopang ekonominya bersama Raya. Intinya Kinan punya banyak kelebihan yang tak dimiliki para istri yang terpaksa mendiamkan pengkhianatan suaminya.
Dalam beberapa kasus, banyak istri yang terpaksa menahan amarah dan luka di hati mereka. Terpaksa bertahan demi anak-anak karena mereka merasa tak memiliki kemampuan finansial yang cukup untuk menghidupi buah hati.
Namun, jangan salah, ada banyak pula istri yang sebetulnya secara ekonomi tak mampu, tetapi karena rasa sakit hati yang luar biasa lebih memilih perceraian sebagai kata akhir. Tiba-tiba saja mereka yang tadinya hanya diam di rumah, menjalani kesibukan hanya mengurusi anak dan suami, berubah menjadi superkreatif demi melepaskan diri dari ikatan perkawinan yang menyakitkan itu.
Namun, ada juga kisah lain, seperti yang dialami seorang kerabat saya. Secara finansial dia lebih dari mampu, tetapi dia memilih bertahan. Tentu bukan bertahan di alur pasrah begitu saja karena dia sangat murka ketika mengetahui suami yang dia pikir sangat mencintai dirinya dan anak-anak mereka, tahu-tahu sudah mempunyai anak dengan wanita lain.
Dia mengamuk sejadi-jadinya. Dia datangi rumah si pelakor –yang dibelikan oleh suaminya– dan mendapati suaminya juga ada di sana. Suami, si pelakor, dan orang tua si pelakor yang juga tinggal di sana hanya bisa diam mendapat caci-maki dan sumpah-serapah dari si istri sah.
Singkat cerita, si istri sah kemudian yang mengatur keuangan “perusahaan” dan menentukan berapa jatahย jatah untuk madunya. Pada dasarnya, sang suami yang sebenarnya bukan tipe neko-neko, namun dia selingkuh karena pengaruh teman-teman bisnisnya menerima pengaturan itu. Setidaknya, si istri pertama masih punya hati, karena sudah ada anak dari hubungan terlarang itu, dia tidak meminta suaminya meninggalkan si pelakor. Perkawinan mereka masih bertahan sampai sekarang dan sepertinya baik-baik saja, entah di dalamnya.
Ketika keluarga bertanya mengapa dia memilih bertahan, dia menjawab, “Dalam iman kepercayaanku, tak ada kata perceraian. Jika memang harus begini jalannya, aku terima. Aku tak ingin memberi contoh buruk untuk anak-anakku.”
Di kisah lain, pelakor adalah sahabat dekat istri pertama. Jangan ditanya sakitnya seperti apa. Suami di kisah itu, tidak ‘sebaik’ kisah di atas yang menerima fakta bahwa dia memang berada di posisi yang salah. Suami yang satu itu malah memilih meninggalkan dan menelantarkan keluarga sahnya, sehingga anak sulungnya putus sekolah karena harus membantu sang ibu mencari nafkah.
Perlakuan sang ayah tentu saja sangat membekas di hati anak-anaknya. Meski pada akhirnya sang ayah kembali di usia tuanya, hubungan di antara mereka sudah seperti orang asing. Tak ada lagi kehangatan antara ayah dan anak-anak, juga suami dan istri. Semua terasa dingin dan hambar.
Di situ perselingkuhan bagaikan monster yang merusak keutuhan keluarga. Meski berusaha diperbaiki, sampai di akhir kisah-ketika sang ayah meninggal-kerusakan itu luruh dalam keabadian.
Ada kisah lain yang sedikit unik. Tokoh suami memang dikenal playboy. Perselingkuhan yang terjadi nyaris tak terhitung. Namun, ada satu kelebihan yang membuat istri sah memilih bertahan. Dia tak pernah lalai memperhatikan anak dan istrinya. Bahkan jika kisah perselingkuhannya ketahuan, tanpa diminta dia akan melepaskan pasangan selingkuhnya.
Jelas sikap legowo dan kesabaran sang istri berperan besar menentukan kelanggengan perkawinan mereka. Bahkan, dengan segala kebesaran hatinya, dia rela menerima, merawat, dan membesarkan anak selingkuhan terakhir yang kemudian dinikahi oleh suaminya.
Dan kisah itu berakhir dengan pertobatan si playboy. Di usia senja, kisah keluarga mereka terlihat harmonis dan bahagia. Sesekali sang istri menyindir ulah nakal sang suami di masa lalu yang ditanggapi dengan gurauan oleh anak-anak mereka.
Dari berbagai kisah di atas, kita bisa melihat ada banyak ending yang menjadi keputusan terakhir. Bertahan atau melepas, semua bergantung kepada mereka yang menjalani. Mau itu berdasarkan aspek ekonomi, psikologis, agama, sosial, atau aspek lainnya, semua sah-sah saja. (Sumber: Bun Siaw Yen).
Pewarta/Editor: Loh